Qowa'idul I'lal - Kaidah 17 dan Kaidah 18

Qowa'idul I'lal - Kaidah 17 dan Kaidah 18

Terjemah Kitab Qowa'idul I'lal Bahasa Indonesia, Kaidah Tujuh Belas dan Kaidah Delapan Belas.

KAIDAH TUJUH BELAS
اِذَا كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ دَالًا اَوْ ذَالًا اَوْ زَايًا، قُلِبَتْ تَاؤُهُ دَالًا لِعُسْرِ النُّطْقِ بِالتَّاءِ بَعْدَ هٰذِهِ الْحُرُوْفِ، وَاِنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ بِالدَّالِ لِقُرْبِهَا مِنَ التَّاءِ مَخْرَجًا، نَحْوُ اِدَّرَأَ وَاِذَّكَرَ وَاِزْدَجَرَ اَصْلُهَا اِدْتَرَأَ، وَاِذْتَكَرَ، وَاِزْتَجَرَ
"Tatkala ada fa' fi'il dari wazan "اِفْتَعَلَ" berupa huruf dal (د), dzal (ذ), atau za' (ز), maka huruf ta' wazan itu diganti menjadi huruf dal (د) karena sulitnya pengucapan huruf ta' sesudah huruf-huruf ini. Sesungguhnya huruf ta' dibalik menjadi huruf dal karena dekatnya huruf dal dengan huruf ta' secara makhraj, contoh "اِذَّكَرَ", "اِدَّرَأَ", dan "اِزْدَجَرَ" asalnya adalah "اِذْتَكَرَ", "اِدْتَرَأَ", dan "اِزْتَجَرَ"".

[Murod – maksudnya] apapun kalimat yang mengikuti wazan “اِفْتَعَلَ”, sedangkan fa’ fi’ilnya itu berupa huruf dal “د”, dzal “ذ” atau za’ “ز”, maka huruf ta’nya “ت” harus diganti dengan huruf dal “د”, sebab mengucapkan ta’ yang jatuh setelah dal, dzal, atau za’ itu sulit. Dan huruf ta’ dan dal itu saling berdekatan di dalam makhrajnya, seperti lafadz "اِذَّكَرَ", "اِدَّرَأَ", dan "اِزْدَجَرَ" asalnya adalah lafadz "اِذْتَكَرَ", "اِدْتَرَأَ", dan "اِزْتَجَرَ".

I'lal lafadz "اِدَّرَأَ" asalnya adalah lafadz "اِدْتَرَأَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ta' dibalik menjadi huruf dal karena beratnya pengucapan huruf ta' setelah huruf dal dan karena dekatnya kedua huruf itu di dalam makhrajnya, maka jadilah lafadz "اِدْدَرَأَ" (kaidah tujuh belas). Lalu huruf dal pertama dimasukkan ke dalam huruf dal kedua karena sesama jenis, maka jadilah lafadz "اِدَّرَأَ" (lihat kaidah sepuluh).

Lafadz "اِذَّكَرَ" asalnya adalah lafadz "اِذْتَكَرَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ta' dibalik menjadi huruf dal karena beratnya pengucapan huruf ta' setelah huruf dzal dan karena dekatnya kedua huruf itu (ta' dan dal) di dalam makhrajnya, maka jadilah lafadz "اِذْدَكَرَ" (kaidah tujuh belas). Boleh menggantikan huruf dal menjadi dzal karena dekatnya huruf dzal dengan dal secara makhraj, maka jadilah lafadz "اِذْذَكَرَ" (lihat kaidah sepuluh). Lalu huruf dzal pertama dimasukkan ke dalam huruf dzal kedua karena sesama jenis, maka jadilah lafadz "اِذَّكَرَ" (lihat kaidah sepuluh). Dan boleh mengganti dengan sebaliknya, maksudnya menggantikan huruf dzal menjadi huruf dal, lalu memasukkan huruf dal pertama ke dalam huruf dal kedua, maka jadilah lafadz (1) "اِدَّكَرَ".

Catatan (1) :
Seperti Firman Allah SWT :
وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيْلِهِ فَأَرْسِلُوْنِ
"Dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: "Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)" (Yusuf : 45).

Lafadz "اِزْدَجَرَ" asalnya adalah lafadz "اِزْتَجَرَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ta' dibalik menjadi huruf dal karena beratnya pengucapan huruf ta' setelah huruf za' dan karena dekatnya kedua huruf itu di dalam makhrajnya, maka jadilah lafadz "اِزْدَجَرَ".


KAIDAH DELAPAN BELAS
اِذَا كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ وَاوًا اَوْ يَاءً اَوْ ثَاءً، قُلِبَتْ فَاؤُهُ تَاءً لِعُسْرِ النُّطْقِ بِحَرْفِ اللَّيْنِ السَّاكِنِ لِمَا بَيْنَهُمَا مِنْ مُقَارَبَةِ الْمَخْرَجِ وَمُنَافَاةِ الْوَصْفِ لِاَنَّ حَرْفَ اللَّيْنِ مَجْهُوْرَةٌ وَالتَّاءَ مَهْمُوْسَةٌ، نَحْوُ اِتَّصَلَ، اِتَّسَرَ، وَاِثَّغَرَ، اَصْلُهَا اِوْتَصَلَ، وَاِيْتَسَرَ، وَاِثْتَغَرَ
"Tatkala ada fa' fi'il dari wazan "اِفْتَعَلَ" berupa huruf wawu (و), ya' (ي), atau za' (ث), maka fa' fi'il itu dibalik menjadi huruf ta' karena beratnya pengucapan huruf lain yang mati, karena di antara keduanya (ta' dan fa') ada kedekatan makhraj dan tidak adanya sifat (yang sama), huruf lain adalh huruf yang memiliki sifat jahr (keras atau jelas) sedangkan huruf ta' adalah huruf yang memiliki hams (mendesis). Contoh "اِتَّسَرَ", "اِتَّصَلَ", dan "اِثَّغَرَ" asalnya adalah "اِيْتَسَرَ", "اِوْتَصَلَ", dan "اِثْتَغَرَ"".

[Murod – maksudnya] ketika ada kalimat yang mengukuti wazan “اِفْتَعَلَ”, sedangkan fa’ fi’ilya berupa huruf wawu “و”, ya’ “ي”, atau tsa’ “ث”, maka huruf fa’ fi’il tadi harus diganti menjadi huruf ta’ “ت”, karena mengucapkan huruf lain (wawu atau ya’ mati) bertemu huruf ta’ itu sulit dikarenakan saling berdekatan di dalam makhrajnya dan berbeda sifatnya, huruf lain itu huruf yang memiliki sifat jahr (keras/jelas), sedangkan ta’ huruf yang memiliki sifat hams (mendesis) (2). Contoh lafadz “اِتَّسَرَ”, “اِتَّصَلَ”, dan “اِثَّغَرَ” asalnya adalah lafadz “اِيْتَسَرَ”, “اِوْتَصَلَ”, dan “اِثْتَغَرَ”.

Catatan (2) :
Huruf-huruf yang memiliki sifat jahr (keras atau jelas) terkumpul dalam kalimat di bawah ini :
عَظُمَ وَزْنُ قَارِئٍ ذِيْ غَضٍّ جَدٍّ طَلَبَ
Sedangkan huruf-huruf yang memiliki sifat hams (mendesis) terkumpul dalam kalimat di bawah ini :
فَحَثُّهُ شَحْصٌ سَكَتَ
Sifat jahr adalah lawan dari sifat hams, untuk lebih jelasnya mengenai sifat jahr dan sifat hams, silahkan pelajari bab sifat huruf dalam ilmu tajwid.

I'lal lafadz "اِتَّصَلَ" asalnya adalah lafadz "اِوْتَصَلَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf wawu dibalik menjadi huruf ta' karena sulitnya pengucapan huruf lain yang mati, karena di antara keduanya (wawu dan ta') berdekatan makhraj dan tidak adanya kesamaan sifat. Huruf lain itu huruf yang memiliki sifat jahr (keras/jelas), sedangkan ta’ huruf yang memiliki sifat hams (mendesis), maka jadilah lafadz "اِتْتَصَلَ" (kaidah delapan belas). Kemudian, huruf ta' pertama dimasukkan ke dalam huruf ta' kedua karena sesama jenis, maka jadilah lafadz "اِتَّصَلَ" (lihat kaidah sepuluh).

Lafadz "اِتَّسَرَ" asalnya adalah lafadz "اِيْتَسَرَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ya' dibalik menjadi huruf ta' karena sulitnya pengucapan ... dan seterusnya (sama seperti di atas).

وَاِنْ كَانَ ثَاءً يَجُوْزُ قَلْبُ تَاءِ اِفْتَعَلَ ثَاءً لِاتِّحَادِهِمَا فِي الْمَهْمُوْسِيَّةِ، نَحْوُ اِثَّغَرَ اَصْلُهُ اِثْتَغَرَ
"Dan jika fa' fi'il tadi berupa huruf tsa' “ث”, maka boleh membalik ta' fi'il dari wazan "اِفْتَعَلَ" menjadi huruf tsa' “ث” karena keduanya (ta' dan tsa') tergabung di dalam huruf yang memiliki sifat hams (mendesis), contoh "اِثَّغَرَ" asalnya adalah "اِثْتَغَرَ"".

I'lal lafadz "اِثَّغَرَ" asalnya dalah lafadz "اِثْتَغَرَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ta' dibalik menjadi huruf tsa' karena keduanya tergabung di dalam sifat hams, maka jadilah lafadz "اِثْثَغَرَ" (kaidah delapan belas). Lalu huruf tsa' pertama dimasukkan ke dalam huruf tsa' kedua karena sesama jenis, maka jadilah lafadz "اِثَّغَرَ" (lihat kaidah sepuluh).

Huruf yang memiliki sifat hams ada 10, yang telah kami kumpulkan di dalam kalimat :
فَحَثُّهُ شَحْصٌ سَكَتَ

I'lal Lafadz "اِتَّخَذَ"
Lafadz "اِتَّخَذَ" asalnya adalah lafadz "اِئْتَخَذَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Hamzah kedua dibalik menjadi huruf ya' karena hamzah itu disukun dan huruf sebelum hamzah dikasrah, maka jadilah lafadz "اِيْتَخَذَ" (lihat kaidah sebelas). Kemudian huruf ya' dibalik menjadi huruf ta' tanpa diqiyas (3), maka jadilah lafadz "اِتْتَخَذَ". Lalu huruf ta' pertama dimasukkan ke dalam huruf ta' kedua karena sesam jenis, maka jadilah lafadz "اِتَّخَذَ" (lihat kaidah sepuluh). Dan i'lal yang terakhir ini adalah syadz (janggal).

Catatan (3) :
Perkataan mushannif "tanpa diqiyas", (maksudnya) karena huruf ya' yang dibalik, tidak bisa dibalik menjadi huruf ta'. Itu merupakan i'lal yang tidak lazim di dalam pentashrifannya.

Wallahu a'lam bis showab

Baca lebih lanjut : Terjemah Kitab Qowa'idul I'lal Bahasa Indonesia.