Qowai'idul I'lal - Kaidah 15 dan Kaidah 16

Qowai'idul I'lal - Kaidah 15 dan Kaidah 16

Terjemah Kitab Qowa'idul I'lal Bahasa Indonesia, Kaidah 15.

KAIDAH LIMA BELAS
اِنَّ اِسْمَ الْمَفْعُوْلِ اِذَا كَانَ مِنْ مُعْتَلِّ الْعَيْنِ، وَجَبَ حَذْفُ وَاوِ الْمَفْعُوْلِ مِنْهُ عِنْدَ شِيْبَوَيْهِ، نَحْوُ مَصُوْنٌ وَمَسِيْرٌ اَصْلُهُمَا مَصْوُوْنٌ وَمَسْيِيْرٌ
"Sesugguhnya jika ada isim maf'ul berasal dari bina' Mu'tal Ain, maka wajib membuang wawu maf'ul darinya menurut Imam Syibawaih. Contoh "مَصُوْنٌ" dan "مَسِيْرٌ" asalnya adalah "مَصْوُوْنٌ" dan "مَسْيُوْرٌ"".

[Murod - maksudnya] ketika ada isim maf'ul dari bina' Mu'tal Ain (bina' Ajwaf), baik Ajwaf wawu atau Ajwaf Ya', maka menurut madzhab Imam Syibawaih, wawu maf'ulnya harus dibuang sebab bertemunya 2 huruf mati. Seperti lafadz "مَصُوْنٌ" dan "مَسِيْرٌ" asalnya adalah lafadz "مَصْوُوْنٌ" dan "مَسْيُوْرٌ".

I'lal lafadz "مَصُوْنٌ" asalnya adalah lafadz "مَصْوُوْنٌ" mengikuti wazan "مَفْعُوْلٌ". Harakat wawu dipindah ke huruf sebelum wawu karena wawu itu berharakat (hidup) dan huruf shahih sebelum wawu disukun, untuk menolak beratnya pengucapan, maka jadilah lafadz "مَصُوْوْنٌ" (lihat kaidah kedua). Bertemulah 2 huruf mati yaitu 2 huruf wawu, yang pertama adalah wawu pada ain (isim maf'ul) dan kedua adalah wawunya isim maf'ul. Lalu wawu isim maf'ul dibuang untuk menolak bertemunya 2 huruf mati menurut Imam Syibawaih, maka jadilah lafadz "مَصُوْنٌ".

Lafadz "مَسِيْرٌ" asalnya adalah lafadz "مَسْيُوْرٌ" mengikuti wazan "مَفْعُوْلٌ". Harakat ya' dipindah ke huruf sebelum ya' karena ya' itu berharakat (hidup) dan huruf shahih sebelum ya' disukun, untuk menolak beratnya pengucapan, maka jadilah lafadz "مَسُيْوْرٌ" (lihat kaidah kedua). Bertemulah 2 huruf (pertama adalah ya' pada ain (isim maf'ul) dan kedua adalah wawu isim maf'ul), menurut Imam Syibawaih maka jadilah lafadz "مَسُيْرٌ". Kemudian, huruf sin dikasrah untuk mensahkan huruf ya', maka jadilah lafadz "مَسِيْرٌ".

Kaidah
اِذَا تَحَرَّكَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ وَكَانَتْ مَا قَبْلَهُمَا مَفْتُوْحَةً اُبْدِلَتَا اَلِفًا نَحْوُ صَانَ وَبَاعَ، هٰذَا اِنْ كَنَتْ حَرْكَتُهُمَا اَصْلِيَّةً، فَاِنْ كَانَتْ عَارِضَةً لَمْ يُعْتَدَّ بِهَا نَحْوُ دَعَوُا الْقَوْمَ، وَاِنْ كَانَتَا غَيْرَ لَامِ الْفِعْلِ يُشْتَرَطُ اَنِ يَكُوْنَ مَا بَعْدَهُمَا غَيْرَ سُكُوْنٍ وَاِلَّا صُحِحَّتَا نَحْوُ بَيَانٍ وَطَوِيْلٍ وَخَوَرْنَقٍ، فَاِنْ كَانَتَا لَامًا وَجَبَ الْاِعْلَالُ مَالَمْ يَكُنِ السَّاكِنُ بَعْدَهُمَا اَلِفًا وَيَاءً مُشَدَّدَةً كَرَمَيَا وَعَلَوِيٍّ وَذٰلِكَ نَحْوُ يَخْشَوْنَ اَصْلُهُ يَخْشَيُوْنَ
"Tatkala ada huruf wawu dan huruf ya' berharakat dan huruf sebelum keduanya difathah, maka keduanya diganti dengan huruf alif, contoh "صَانَ" dan "بَاعَ" (kaidah satu). Ini jika harakat keduanya adalah harakat asli. Jika harakatnya aridl (tidak asli), maka tidak diganti alif, contoh "دَعَوُا الْقَوْمَ". Jika keduanya bukan berupa lam fi'il, maka disyaratkan bahwa huruf sebelum keduanya bukanlah harakat sukun dan jika tidak maka kedunaya dishahihkan (tidak dii'lalkan), contoh "طَوِيْلٍ", "بَيَانٍ", dan "خَوَرْنَقٍ". Jika keduanya berupa lam fi'il, maka wajib dii'lal selama huruf mati sesudah kedunya tidak berupa huruf alif dan huruf ya' yang ditasydid seperti "رَمَيَا" dan "عَلَوِيٍّ", dan demikian itu (seperti) contoh "يَخْشَوْنَ" asalnya adalah "يَخْشَيُوْنَ"".

[Murod - maksudnya] Ketika ada wawu atau ya' hidup (berharakat) yang jatuh setelah fathah, maka harus diganti dengan alif, seperti lafadz "صَانَ" dan "بَاعَ" (kaidah satu).

Demikian itu jika memang harakat wawu atau ya' itu asli. Jika harakat tadi tidak asli tetapi harakat baru, maka tidak harus diganti alif, seperti lafadz "دَعَوُا الْقَوْمَ" asalnya adalah lafadz "دَعَوْا الْقَوْمَ".

Jikalau wawu atau ya' tadi tidak bertempat di lam fi'il, maka disyaratkan harus "huruf yang setelah wawu atau ya' tadi tidak mati". Jika mati, maka wawu atau ya' tadi dibilang shahih [tidak dii'lal) seperti lafadz "طَوِيْلٍ", "بَيَانٍ", dan "خَوَرْنَقٍ".

Jika wawu atau ya tadi bertempat di lam fi'il, juga huruf mati sesudah wawu atau ya' tadi bukan alif dan bukan ya' yang disyaddah (ditasydid) seperti lafadz "رَمَيَا" dan "عَلَوِيٍّ", maka wawu atau ya' yang demikian itu harus dii'lal seperti lafadz "يَخْشَوْنَ" asalnya adalah lafadz "يَخْشَيُوْنَ".

I'lal lafadz "يَخْشَوْنَ" asalnya adalah lafadz "يَخْشَيُوْنَ" mengikuti wazan "يَفْعَلُوْنَ". Huruf ya' diganti menjadi alif karena ya' itu berharakat setelah fathah yang sambung di dalam kalimatnya (lihat kaidah satu), maka bertemulah 2 huruf mati yaitu alif dan wawu, maka jadilah lafadz "يَخْشَاوْنَ". Kemudian, huruf alif dibuang untuk menolak bertemunya 2 huruf mati, maka jadilah lafadz "يَخْشَوْنَ".


KAIDAH ENAM BELAS
اِذَا كَانَ فَاءُ افْتَعَلَ صَادًا اَوْ ضَادًا اَوْ طَاءً اَوْ ظَاءً، قُلِبَتْ تَاؤُهُ طَاءً لِتَعَسُّرِ النُّطْقِ بَعْدَ هٰذِهِ الْحُرُوْفِ، وَاِنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ بِالطَّاءِ لِقُرْبِهَا مِنَ التَّاءِ مَخْرَجًا، نَحْوُ اِصْطَلَحَ وَاِضْطَرَبَ وَاِطَّرَدَ وَاِظَّهَرَ اَصْلُهَا اِصْتَلَحَ وَاِضْتَرَبَ وَاِطْتَرَدَ وَاِظْتَهَرَ
"Tatkala ada fa' fi'il dari wazan "اِفْتَعَلَ" berupa huruf shod, dhod, tho', dan dho', maka huruf ta' wazan "اِفْتَعَلَ" itu dibalik menjadi huruf tho' karena sulitnya pengucapan setelah huruf ini. Sesungguhnya huruf ta' dibalik menjadi huruf tho' karena huruf tho' berdekatan makhraj dengan huruf ta'. Contoh "اِطَّرَدَ", "اِضْطَرَبَ", "اِصْطَلَحَ", dan "اِظَّهَرَ" asalnya adalah "اِطْتَرَدَ", "اِضْتَرَبَ", "اِصْتَلَحَ", dan "اِظْتَهَرَ"".

[Murod -maksudnya] apapun kalimat yang mengukuti wazan "اِفْتَعَلَ" sedangkan fa' fi'ilnya itu berupa huruf "ص" (shod) atau "ض" (dhod) atau"ط" (tho') atau "ظ" (dho'), maka huruf "ت" (ta') harus diganti menjadi huruf "ط" (tho'). Karena mengucapkan huruf ta' setelah huruf ithbaq tersebut (1) itu dibilang sulit dan huruf ta' dan tho' itu saling berdekatan menurut makhrajnya, seperti lafadz "اِطَّرَدَ", "اِضْطَرَبَ", "اِصْطَلَحَ", dan "اِظَّهَرَ" asalnya adalah lafadz "اِطْتَرَدَ", "اِضْتَرَبَ", "اِصْتَلَحَ", dan "اِظْتَهَرَ".

Catatan (1) :
Huruf ithbaq ada 4 yaitu, shod, dhod, tho', dan dho'.

I'lal lafadz "اِصْطَلَحَ" asalnya adalah lafadz "اِصْتَلَحَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ta' dibalik menjadi huruf tho' karena sulitnya mengucapkan huruf ta' setelah huruf ithbaq dan kerena dekatnya kedua huruf itu (ta' dan tho') di dalam makhrajnya, maka jadilah lafadz "اِصْطَلَحَ".

Lafadz "اِضْطَرَبَ" asalnya adalah lafadz "اِضْتَرَبَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ta' dibalik menjadi huruf tho' ... dan seterusnya (seperti penjelasan i'lal di atas).

Lafadz "اِطَّرَدَ" asalnya adalah lafadz "اِطْتَرَدَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ta' dibalik menjadi huruf tho' karena sulitnya mengucapkan huruf ta' setelah huruf ithbaq dan kerena dekatnya kedua huruf itu (ta' dan tho') di dalam makhrajnya, maka jadilah lafadz "اِطْطَرَدَ" (kaidah enam belas). Kemudian, huruf tho' pertama dimasukkan ke dalam huruf tho' kedua karena sesama jenis, maka jadilah lafadz "اِطَّرَدَ" (lihat kaidah sepuluh).

Lafadz "اِظَّهَرَ" asalnya adalah lafadz "اِظْتَهَرَ" mengikuti wazan "اِفْتَعَلَ". Huruf ta' dibalik menjadi huruf tho' karena sulitnya mengucapkan huruf ta' setelah huruf ithbaq dan kerena dekatnya kedua huruf itu (ta' dan tho') di dalam makhrajnya, maka jadilah lafadz "اِظْطَهَر" (kaidah enam belas). Kemudian, huruf tho' dibalik menjadi huruf dho' karena keduanya (tho' dan dho') tergabung di dalam huruf isti'lal (2), maka jadilah lafadz "اِظْظَهَرَ". Kemudian, huruf dho' pertama dimasukkan ke dalam huruf dho' kedua karena sesama jenis, maka jadilah lafadz "اِظَّهَرَ" (lihat kaidah sepuluh).

Catatan (2) :
Huruf isti'lal ada tujuh, yang kami kumpulkan di dalam lafadz "خُصَّ ضَغْطٍ قِظْ".

Wallahu a'lam bis showab

Baca lebih lanjut : Terjemah Kitab Qowa'idul I'lal Bahasa Indonesia.