Persoalan ke-3, Kebolehan Melakukan Talqin Mayyit Sesudah Dipendam

Persoalan ke-3, Kebolehan Melakukan Talqin Mayyit Sesudah Dipendam

(Terjemah Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Waljamaah, penulis : KH. Ali Maksum, Pondok Pesantren Kerapyak, Yogyakarta).

Persoalan Ketiga,
Talqin Mayyit

Imam Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam Kitab Majmuk Fatawi beliau [juz pertama], talqin ini yang telah disebutkan [yakni talqin mayyit sesudah dipendam] telah benar-benar ditetapkan oleh golongan dari sahabat bahwa mereka memerintahkannya seperti sahabat Abi Umamah Al-Bahili dan lainnya. Dan ada sebuah hadist diriwayatkan di dalamnya (masalah talqin mayyit) dari Nabi SAW tetapi termasuk hadist itu tidak dihukumi dengan keshahihannya dan kebanyakan dari sahabat tidak melakukan hal itu (talqin mayyit), karena itulah Imam Ahmad (Imam Hambali) dan ulama’ lainnya mengatakan bahwa sesungguhnya talqin ini tidak apa-apa di dalam melakukannya, kemudian mereka memurahkannya (mengizinkannya untuk dilakukan), dan mereka tidak memerintahkannya. Sedangkan golongan dari sahabat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad (Imam Hambali) menyunahkannnya, golongan dari Imam Maliki dan lainnya memakruhkannnya.

Adapun hadist yang mana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah bahwa hadist itu termasuk hadits yang tidak dihukumi dengan keshohihannya, maka inilah lafadznya :

قَالَ اَبُوْ اُمَامَةَ الْبَاهِلِى - إِذَا اَنَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِيْ كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا، أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لْيَقُلْ: يَا فُـلَانُ بْنُ فُـلَانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ، ثُمَّ لْيَقُلْ: يَا فُلَانُ بْنُ فُـلَانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِيْ قَاعِدًا، ثُمَّ لْيَقُلْ : يَا فُلَانُ بْنُ فُـلَانَةَ، فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللهُ، وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُوْنَ، فَلْيَقُلْ: اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالْقُرْآنِ اِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُوْلُ: اِنْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا ؟، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَإِنْ لَمْ نَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ: تَنْسِبُهُ اِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلَانُ بْنُ حَوَّاءَ
Sahabat Abu Umamah Al-Bahili berkata, “Tatkala aku meninggal dunia maka lakukanlah kalian kepadaku sebagaimana Rosulullah SAW memerintahkannya kepada kita untuk melakukan kepada mayit-mayit kita. Rosulullah SAW memerintahkan kepada kita, kemudian Beliau berkata, “Tatkala salah satu dari saudara-saudara kalian meninggal dunia maka ratakanlah tanah di atas kuburnya, kemudian hendaklah salah satu dari kalian berdiri di atas kepala kuburnya kemudian hendaklah dia berkata, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya dia (si mayyit) mendengarkannya dan tidak menjawabnya. Kemudian hendaklah dia berkata, “Wahai fulan bin fulanah”, maka sesungguhnya dia menegakkan tubuhnya sambil duduk. Kemudian hendaklah dia berkata, “Wahai fulan bin fulanan”, maka sesungguhnya dia berkata, “Berilah aku petunjuk semoga Allah merohmatimu !” tetapi kalian tidak menyadarinya. Kemudian hendaklah dia berkata, “Ingatlah sesuatu di mana kamu keluar dari dunia, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo kepada Allah sebagai Tuhan, islam sebagai agama, Nabi Muhammad sebagai nabi, dan Al-Qur’an sebagai pemimpin”, maka sesungguhnya malaikat Mungkar dan Nakir yang mana setiap salah satu dari keduanya akan mengambil tangan pemiliknya (si mayyit) dan berkata, “Berangkatlah bersama kami, apa yang membuat kami masih tempat duduk di sini (ayo pergi dari sini) ?”. Kemudian seseorang (sahabat) bertanya, “Wahai Rosulullah, jika kita tidak mengetahui ibunya ?”. Rosulullah SAW menjawab, “Kamu nasabkan dia kepada Ibu Hawa’, Wahai fulan bin Hawa'.".

(Mananggapi hadist di atas), Imam Syaukani mengatakan, “Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengatakan di dalam kitabnya, At-Talkhis, sanad-sanad hadist ini kuat”. Imam Dhiya’ juga menguatkannya (hadist di atas) di dalam Kitabnya, Al-Mukhtaroh wal Ahkam.

Saya (penulis Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah) mengatakan, “Di dalam talqin terdapat khilafiyah masalah fiqih yang merupakan sesuatu yang selayaknya untuk tidak mengantikan dengan keingkaran berdasarkan keadaannya, maka tinggalkanlah kekerasan dan saling bermusuhan dari hal-hal yang bersangkutan".

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan dalam kitab ini) : Dari Dhamrah bin Hubaib ra, salah satu tabi’in, berkata,

كَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ اِذَا سُوِّيَ عَلَى الْمَيِّتِ قَبْرُهُ وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ اَنْ يُقَالَ عِنْدَ قَبْرِهِ، يَا فُلاَنُ قُلْ لَااِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، يَا فُلاَنُ قُلْ رَبِّيَ اللهُ وَدِيْنِيْ الْاِسْلَامُ وَنَبِيِّيْ مُحَمَّدٌ
Mereka (para sahabat) menyunnahkan, tatkala diratakan di atas mayyit kuburnya dan orang-orang meninggalkannya, agar dikatakan di sisi kuburnya, “Wahai fulan, katakan tiada tuhan selain Allah sebanyak 3 kali, Wahai fulan, katakan Tuhanku adalah Allah, agamaku adalah islam, dan nabiku adalah Nabi Muhammad”.

Sa’id bin Manshur meriwayatkannya (hadist Dhamrah) berupa hadist mauquf, dan bagi Imam Thabrani seperti hadist itu dari riwayat Abu Umamah Al-Bahili, berupa hadist mar’fu’ yang dipanjangkan.