Safinatun Najah - (6) Bab Zakat dan Bab Puasa
Terjemah Kitab Matan Safinatun Najah Bahasa Indonesia, Bagian 6, Bab Zakat dan Bab Puasa.
Harta Yang Wajib Dizakati
فَصْلٌ - الْأَمْوَالُ الَّتِيْ تَلْزَمُ فِيْهَا الزَّكَاةُ سِتَّةُ أَنْوَاعٍ : النَّعَمُ وَالنَّقْدَانِ وَالْمُعَشَّرَاتُ وَأَمْوَالُ التِّجَارَةِ وَوَاجِبُهَا رُبْعُ عُشْرِ قِيْمَةِ عُرُوْضِ التِّجَارَةِ وَالرِّكَازُ وَالْمَعْدِنُ
[Fasal] Harta-harta yang wajib zakat didalamnya ada 6, yaitu :
1. Hewan ternak
2. Naqdain (emas perak)
3. Muasy'syarat (tumbuh-tumbuhan)
4. Harta dagangan, dan kewajibannya adalah 1/4 dari 1/10 (2,5 persen) dari harga harta dagangan itu.
5. Rikaz (harta pendaman)
6. Mengangkat anggota tubuh bawah (seperti pantat) melebihi anggota tubuh atas (seperti kepala dan pundak)
7. Ma'dan (tambang).
Sebab Wajibnya Puasa Ramadhan
فَصْلٌ - يَجِبُ صَوْمُ رَمَضَانَ بِأَحَدِ أُمُوْرٍ خَمْسَةٍ : أَحَدُهَا بِكَمَالِ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا، وَثَانِيْهَا بِرُؤْيَةِ الْهِلَالِ فِيْ حَقِّ مَنْ رَاٰهُ وَإِنْ كَانَ فَاسِقًا، وَثَالِثُهَا بِثُبُوْتِهِ فِيْ حَقِّ مَنْ لَمْ يَرَهُ بِعَدْلِ شَهَادَةٍ، وَرَابِعُهَا بِإِخْبَارِ عَدْلِ رِوَايَةٍ مَوْثُوْقٍ بِهِ سَوَاءٌ وَقَعَ فِى الْقَلْبِ صِدْقُهُ أَمْ لَا أَوْ غَيْرِ مَوْثُوْقٍ بِهِ إِنْ وَقَعَ فِى الْقَلْبِ صِدْقُهُ، وَخَامِسُهَا بِظَنِّ دُخُوْلِ رَمَضَانَ بِالْإِجْتِهَادِ فِيْمَنِ اشْتَبَهَ عَلَيْهِ ذٰلِكَ
[Fasal] Wajib berpuasa Ramadhan karena salah satu dari 5 perkara, yaitu :
1. Sebab menyempurnakan Bulan Sya'ban 30 hari
2. Sebab rukyatul hilal (melihat bulan) di dalam hak seseorang yang melihatnya meskipun ia adalah orang fasiq
3. Sebab ditetapkannya rukyatul hilal di dalam hak orang yang tidak melihatnya, (ditetapkan) melalui satu orang adil penyaksian.
4. Sebab diberitakan oleh satu orang adil yang meriwayatkan yang dapat dipercaya, baik tersirat di dalam hati kebenenarannya (kebenaran berita dari orang itu) atau tidak, maupun tidak dapat dipercaya apabila di dalam hati tersirat kebenarannya (kebenaran berita dari orang itu).
5. Sebab menyangka masuknya Bulan Ramadhan melalui ijtihad bagi orang yang ragu pada masuknya Bulan Ramadhan.
Syarat Sah Puasa
فَصْلٌ - شَرُوْطُ صِحَّتِهِ أَرْبَعَةُ أشْيَاءَ : إِسْلَامٌ وَعَقْلٌ وَنَقَاءٌ عَنْ نَحْوِ حَيْضٍ وَعِلْمٌ بِكَوْنِ الْوَقْتِ قَابِلًا لِلصَّوْمِ
[Fasal] Syarat-syarat sah puasa ada 4 perkara, yaitu :
1. Islam
2. Berakal
3. Bersih (suci) dari seumpama haidh
4. Mengetahui waktu puasa itu memang diterima untuk dipuasai.
Syarat Wajib Puasa
فَصْلٌ - شَرُوْطُ وُجُوْبِهِ خَمْسَةٌ أَشْيَاءَ : إِسْلَامٌ وَتَكْلِيْفٌ وَإطَاقَةٌ وَصِحَّةٌ وَإِقَامَةٌ
[Fasal] Syarat-syarat wajib puasa ada 5 perkara, yaitu :
1. Islam
2. Taklif atau mukallaf (baligh dan berakal)
3. Mampu berpuasa
4. Sehat
5. Mukim.
Rukun Puasa
فَصْلٌ - أَرْكَانُهُ ثَلَاثَةُ أشْيَاءَ : نِيَّةٌ لَيْلًا لِكُّلِ يَوْمٍ فِى الْفَرْضِ وَتَرْكُ مُفْطِرٍ ذَاكِرًا مُخْتَارًا غَيْرَ جَاهِلٍ مَعْذُوْرٍ وَصَائِمٌ
[Fasal] Rukun-rukun puasa ada 3 perkara, yaitu :
1. Niat puasa di waktu malam pada setiap hari di dalam puasa fardlu
2. Meninggalkan perkara yang bisa membatalkan puasa, dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak terpaksa), bukan orang bodoh yang diudzurkan.
3. Orang yang berpuasa (1).
Catatan (1) :
Dalam Kitab Kasyifatus Saja dijelaskan bahwa Syekh Suwaifi berkata, “Alasan menghitung shoim sebagai salah satu dari rukun-rukun puasa adalah karena tidak adanya bentuk nyata dari puasa itu sendiri, seperti dalam bab baik (jual beli) yang tidak memiliki bentuk nyata sehingga menghitung penjual dan pembeli sebagai rukun tersendiri. Berbeda dengan sholat,” karena sholat memiliki bentuk secara nyata yang memungkinkan untuk dibayangkan dan dideskripsikan tanpa membayangkan musholli (sehingga musholli tidak dihitung sebagai salah satu rukun dari rukun-rukun sholat).
Kafarat Puasa Ramadhan
فَصْلٌ - وَيَجِبُ مَعَ الْقَضَاءِ لِلْصَّوْمِ الْكَفَّارَةُ الْعُظْمٰى وَالْتَعْزِيْزُ عَلٰى مَنْ أَفْسَدَ صَوْمَهُ فِيْ رَمَضَانَ يَوْمًا كَامِلًا بِجِمَاعٍ تَامٍّ اٰثِمٍ بِهِ لِلْصَّوْمِ، وَيَجِبُ مَعَ الْقَضَاءِ الْإِمْسَاكُ لِلصَّوْمِ فِيْ سِتَّةِ مَوَاضِعَ : الْأَوَّلُ فِيْ رَمَضَانَ لَا فِيْ غَيْرِهِ عَلَى مُتَعَدٍّ بِفِطْرِهِ، وَالثَّانِيْ عَلٰى تَارِكِ النِّيَّةِ لَيْلًا فِى الْفَرْضِ، وَالثَّالِثُ عَلٰى مَنْ تَسَحَّرَ ظَانًّا بَقَاءَ اللَّيْلِ فَبَانَ خِلَافُهُ، وَالرَّابعُ عَلٰى مَنْ أَفْطَرَ ظَانًّا الْغُرُوْبَ فَبَانَ خِلَافُهُ أَيْضًا، وَالْخَامِسُ عَلٰى مَنْ بَانَ لَهُ يَوْمَ ثَلَاثِيْنَ شَعْبَانَ أَنَّهُ مِنْ رَمَضَانَ، وَالسَّادِسُ عَلٰى مَنْ سَبَقَهُ مَاءُ الْمُبَالَغَةِ مِنْ مَضْمَضَةٍ وَاسْتِنْشَاقٍ
[Fasal] Dan wajib bersamaan dengan mengqadla' puasa, yaitu membayar kafarat besar dan ta'zir (sebagai efek jerah) bagi orang yang merusak puasanya sehari penuh di dalam Bulan Ramadhan sebab jima' yang sempurna yang berdosa karena jima' itu pada puasanya.
Dan wajib bersamaan dengan mengqadla' puasa, yaitu menahan puasa (meneruskan puasanya sampai sehari penuh) di dalam 5 tempat :
1. Di dalam Bulan Ramadhan, bukan bulan selainya, bagi orang yang melewati batas (berlebihan) atas pembatalan puasanya.
2. Bagi orang yang meninggalkan niat di malam hari di dalam puasa fardlu
3. Bagi orang yang sahur karena menyangka masih malam, lalu tampaklah hal yang berlawanan dengan prasangkanya (padahal sudah pagi)
4. Bagi orang yang membatalkan puasa karena mengira matahari sudah terbenam, lalu tampaklah hal yang berlawanan dengan prasangkanya (padahal belum terbenam)
5. Bagi orang yang tampak baginya hari ke-30 Bulan Sya'ban bahwa itu merupakan Bulan Ramadhan (merasa yakin Bulan Ramadhan, padahal sebenarnya tanggal 30 sya'ban).
6. Bagi orang yang didahului air yang berlebih-lebihan, baik berkumur maupun intinsyaq (menghirup air dengan hidup lalu menyemprotkannya).
Hal Yang Membatalkan Puasa
فَصْلٌ - يَبْطُلُ الصَّوْمُ بِرِدَّةٍ وَحَيْضٍ وَنِفَاسٍ أَوْ وِلَادَةٍ وَجُنُوْنٍ وَلَوْ لَحْظَةً وَبِإِغْمَاءٍ وَسُكْرٍ تَعَدّٰى بِهِمَا إنْ عَمَّا جَمِيْعَ النَّهَارِ
[Fasal] Puasa bisa batal karena murtad, haidh, nifas atau melahirkan, gila meskipun sebentar, dan karena ayan dan mabuk yang berlebihan jika keduanya (ayan dan mabuk) menghabiskan semua waktu siang.
Macam-Macam Membatalkan Puasa
فَصْلٌ - الْإِفْطَارُ فِيْ رَمَضَانَ أَرْبَعَةُ أَنْوَاعٍ : وَاجِبٌ كَمَا فِى الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ، وَجَائِزٌ كَمَا فِى الْمُسَافِرِ وَالْمَرِيْضِ، وَلَا وَلَا كَمَا فِى الْمَجْنُوْنِ، وَمُحَرَّمٌ كَمَنْ أَخَّرَ قَضَاءَ رَمَضَانَ مَعَ تَمَكُّنِهِ حَتّٰى ضَاقَ الْوَقْتُ عَنْهُ
[Fasal] Membatalkan puasa di Bulan Ramadhan ada 4 macam :
1. Wajib, seperti halnya bagi wanita yang haidh dan wanita-wanita yang nifas
2. Jaiz (boleh) seperti halnya bagi orang musafir dan orang yang sakit
3. Tidak wajib dan tidak jaiz, seperti halnya bagi orang yang gila
4. Diharamkan, seperti orang yang mengakhirkan qadla' puasa Ramadhan bersamaan dengan kemungkinannya mampu mengqadla' sampai sempitnya waktu mengqadla'
وَأَقْسَامُ الْإِفْطَارِ أَرْبَعَةٌ أيْضًا : مَا يَلْزَمُ فِيْهِ الْقَضَاءُ وَالْفِدْيَةُ وَهُوَ اثْنَانِ الْأَوَّلُ الْإِفْطَارُ لِخَوْفٍ عَلٰى غَيْرِهِ وَالثَّانِى الْإِفْطَارُ مَعَ تَأْخِيْرِ قَضَاءٍ مَعَ إمْكَانِهِ حَتّٰى يَأْتِيَ رَمَضَانُ اٰخَرُ، وَثَانِيْهَا مَا يَلْزَمُ فِيْهِ الْقَضَاءُ دُوْنَ الْفِدْيَةِ وَهُوَ يَكْثُرُ كَمُغْمٰى عَلَيْهِ، وَثَالِثُهَا مَا يَلْزَمُ فِيْهِ الْفِدْيَةُ دُوْنَ الْقَضَاءِ وَهُوَ شَيْخٌ كَبِيْرٌ، وَرَابِعُهَا لَا وَلَا وَهُوَ الْمَجْنُوْنُ الَّذِيْ لَمْ يَتَعَدَّ بِجُنُوْنِهِ
Pembagian membatalkan puasa juga ada 4, yaitu :
1. Perkara yang mewajibkan mengqadla' dan membayar fidyah, yaitu ada 2 : pertama adalah membatalkan puasa karena khawatir pada selain dirinya, kedua adalah membatalkan puasa bersamaan dengan mengakhirkan qadla' dan kemungkinan mampu mengqadla' sampai datang Bulan Ramadhan lain (2).
Catatan (2) :
Sebagaimana dalam keterangan Kitab Kasyifatus Saja, maksudnya orang wajib mengqadla juga membayar fidyah di sini ada 2 yaitu :
1. Membatalkan puasa karena adanya kekhawatiran pada selain dirinya saja, misalnya membatalkan puasa karena menyelamatkan hewan dan ibu hamil (atau ibu menyusui) yang membatalkan puasa karena takut kondisi bayinya, maka kedua kasus ini wajib membayar fidyah dan juga mengqadla'. Berbeda kasusnya jika ada kekhawatiran pada dirinya sendiri, misalnya ibu hamil atau menyusui yang khawatir pada kesehatan dirinya (atau khawatir kesehatan dirinya dan bayinya), maka pada kasus ini ia hanya perlu mengqadla' saja tanpa membayar fidyah.
2. Menunda mengqadla' puasa sampai puasa tahun berikutnya padahal mampu dan ada kesempatan. Apabila pada tahun berikutnya masih belum mengqadla', maka ia masih tetap wajib mengqadla dan jumlah pembayaran fidyah pun berlipat menjadi 2 kali pembayaran fidyah, dan begitu seterusnya.
2. Perkara yang mewajibkan qadla saja, tidak membayar fidyah, demikian ini banyak (contohnya) seperti orang yang ayan
3. Perkara yang mewajibkan membayar fidyah saja, tidak mengqadla', yaitu orang yang sudah sangat tua.
4. Tidak membayar fidyah dan tidak mengqadla', yaitu orang gila yang melewati batas (berlebihan) dengan kegilaannya.
Perkara Yang Masuk ke Dalam Perut dan Tidak Membatalkan Puasa
فَصْلٌ - الَّذِيْ لَا يُفْطِرُ مِمَّا يَصِلُ إلَى الْجَوْفِ سَبْعَةُ أَفْرَادٍ : مَا يَصِلُ إلَى الْجَوْفِ بِنِسْيَانٍ أَوْ جَهْلٍ أَوْ إِكْرَاهٍ وَبِجَرَيَانِ رِيْقٍ بِمَا بَيْنَ أَسْنَانِهِ وَقَدْ عَجَزَ عَنْ مَجِّهِ لِعُذْرِهِ وَمَا وَصَلَ إِلَى الْجَوْفِ وَكَانَ غُبَارَ طَرِيْقٍ وَمَا وَصَلَ إِلَيْهِ وَكَانَ غَرْبَلَةَ دَقِيْقٍ أَوْ ذُبَابًا طَائِرًا أَوْ نَحْوَهُ
[Fasal] Perkara yang tidak membatalkan puasa yang termasuk sesuatu yang sampai ke dalam perut, ada 7 macam :
1. Sesuatu yang sampai ke dalam perut karena lupa
2. (Sesuatu yang sampai ke dalam perut karena lupa) karena bodoh (tidak tahu)
3. (Sesuatu yang sampai ke dalam perut karena lupa) karena terpaksa
4. Mengalirnya air ludah di antara gigi-gigi dan ia tidak mampu membuangnya karena udzurnya
5. Sesuatu yang sampai ke dalam perut dan sesuatu tu merupakan debu jalanan
6. Sesuatu yang sampai ke dalam perut dan sesuatu itu merupakan ayakan tepung
7. (Sesuatu yang sampai ke dalam perut dan sesuatu itu merupakan) lalat terbang dan sebagainya.
Penutup
وَاللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ، نَسْأْلُ اللّٰهَ الْكَرِيْمَ بِجَاهِ نَبِيِّهِ الْوَسِيْمِ أَنْ يُخْرِجَنِيْ مِنَ الدُّنْيَا مُسْلِمًا، وَوَالِدَيَّ وَأَحِبَّائِيْ وَمَنْ إِلَيَّ انْتَمٰى، وَأَنْ يَغْفِرَ لِيْ وَلَهُمْ مُقْحِمَاتٍ وَلَمَمًا، وَصَلَّى اللّٰهُ عَلٰى سِيِّدِنَا مُحَمَّدٍ بْنِ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بْنِ هَاشِمِ بْنِ عَبْدِ مَنَافٍ رَسُوْلِ الله إِلٰى كَافَّةِ الْخَلْقِ رَسُوْلِ الْمَلَاحِمِ حَبِيْبِ اللّٰهِ الْفَاتِحِ الْخَاتِمِ، وَاٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Dan Allah lebih mengetahui atas perkara yang benar. Kami memohon kepada Allah yang Maha Pemurah melalui derajat nabi-Nya yang wasim (indah bentuk fiqiknya) agar Dia mengeluarkanku dari dunia dalam keadaan islam, juga kedua orangtuaku, para kekasihku, dan orang yang memiliki nasab padaku, dan agar Dia mengampuniku dan mereka atas dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil.
Dan semoga Allah melimpahkan rahmat ta'dhim kepada Nabi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf, yaitu seorang utusan Allah pada seluruh makhluk, rasul peperangan, kekasih Allah yang menjadi sang pembuka (pembuka para nabi dan setiap kebaikan) dan sang penutupnya, dan kepada semua keluarga dan sahabat Beliau.
Dan segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Baca lebih lanjut : Terjemah Kitab Matan Safinatun Najah Bahasa Indonesia.
Demikian
Wallahu a'lam bisshowab,