Ifadatut Thullab - (2) Bab Membaca Al-Qur'an di Sekitar Mayit

Ifadatut Thullab - Bab Membaca Al-Qur'an di Sekitar Mayit

Muhammad bin 'Ula' dan Muhammad bin Makiy Al-Marqazy menceritakan kepada kami tentang maknanya. Beliau berdua berkata, Ibnu Mubarrok menceritakan kepada kami dari Sulaiman At-Taimy, dari Abu Ustman - bukan Abu Ustman An-Nahdy - dari ayahnya dari Ma'qil bin Yasar berkata, Rosulullah SAW bersabda :
اِÙ‚ْرَؤُاْ ÙŠٰسٓ عَÙ„ٰÙ‰ Ù…َÙˆْتَاكُÙ…ْ
"Bacakanlah Surat Yasin kepada orang mati kalian"

(Hadist tersebut) dikeluarkan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Hibban, dan dinyatakan shohih. Namun, Imam An- Nawawi menyatakan ada cela (keburukan) karena sesungguhnya sanad-sanadnya terdapat 2 orang yang tidak diketahui. Kemudian, Imam Ibnu Hibban mengatakan di dalam Kitab Shohihnya, yang dimaksud dengan ucapan "bacakanlah kepada orang mati kalian Surat Yasin" yakni orang yang akan datang kematian padanya bukan mayit.

Imam As-Suyuthi dan lainnya dari golongan pengikut Imam Syafi'i berpendapat, yang dimaksud adalah orang yang akan datang kematian padanya karena sesungguhnya mayit tidak boleh dibacakan (Surat Yasin) kepadanya. Tetapi pendapat ini bukan pendapat yang disepakati.

Para ulama' lain telah berpendapat, yang dimaksud dengan ucapan "orang mati kalian" adalah orang yang sudah mati secara hakekatnya. Pendapat ini lebih utama karena penggunaan (makna) lafadz pada hakekatnya lebih utama daripada penggunaan (makna) lafadz pada mazaj, kecuali karena adanya perkara yang mencegah. Dan adanya (pendapat bahwa) mayit tidak boleh dibacakan (Surat Yasin) kepadanya tidak didasari dalil. Bahkan, membaca (Surat Yasin) untuk mayit didatangkan atas disyariatkannya membaca Al-Qur'an di dalam sholat jenazah. Hal itu tidaklah dilakukan kecuali untuk memberikan manfaat kepada mayit.

Sebagian ulama' yang mensyarahi kitab-kitab sunan berpendapat, hadist tersebut memuat pada orang yang hadir dan juga mayit. Maka (boleh) dibacakan Al-Qur'an kepada mayit di rumahnya maupun di tempat dia dipendam.

Di dalam Kitab Fatawi Al-Allamah Ibnu Hajar, pendapat mereka tentang "mayit tidak boleh dibacakan (Surat Yasin) kepadanya" didasarkan pada pendapat yang telah dimutlakkan oleh ulama'-ulama' sebelumnya, bahwa sesungguhnya pahala bacaan (Surat Yasin) tidak akan sampai kepada mayit karena pahalanya milik pembaca, sedangkan pahala yang disebabkan atas sebuah amal tidak bisa dipindahkan dari orang yang melakukan amal itu, Allah Yang Maha Luhur berfirman :
ÙˆَØ£َÙ†ْ Ù„َÙŠْسَ Ù„ِÙ„ْØ¥ِÙ†ْسَانِ Ø¥ِÙ„َّا Ù…َا سَعٰÙ‰
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya" (An-Najm : 39).

Sedangkan sampainya doa dan shodaqoh (untuk mayit), telah sampai nash atas keduanya, maka tidak ada qiyas (menyamakan hukum) pada keduanya karena tidak ada tempat untuk qiyas di dalam masalah itu, maka pendapat mereka menetapkan bahwa mayit tidak bisa dibacakan (Surat Yasin) padanya.

Ketika para ulama' akhir meriwayatkan tentang sampainya pahala membaca (Surat Yasin) pada mayit yang didasarkan pada perincian yang telah ditetapkan di dalam tempatnya, maka Ibnu Rif'ah dan lainnya mengambil pendapat dengan makna dhohirnya sebuah khobar, bahwa sesungguhnya boleh dibacakan Surat Yasin kepada seseorang setelah dia meninggal dunia dan dia dalam keadaan tertutupi.

Tetapi menurut versi sebagian sahabat-sahabat kami, sesungguhnya boleh dibacakan (Surat Yasin) kepada mayit di sekitar kubur. Imam Az-Zarkasyi pun mengikuti pendapat mereka, dia berpendapat, tidak jauh berbeda atas pendapat menggunakan lafadz baik secara hakekatnya maupun secara majaznya. Sesungguhnya disunnahkan membaca (Surat Yasin) di dalam 2 macam pendapat. Terangkatnya ruh pada tempat yang luhur tidak akan menghilangkan ruh tersebut mendapatkan manfaatnya sebab sesuatu yang sampai pada ruh itu, (hal itu) disepakati baik berupa doa, shodaqoh, dan begitu juga membaca Al-Qur'an.

Telusuri lebih lengkap : Terjemah Kitab Ifadatut Thullab Bahasa Indonesia.