Ifadatut Thullab - (9) Mengunggulkan Pendapat Mengenai Sampainya Pahala Semua Ibadah Taat Kepada Orang Mati
Pendapat yang ditukil dari Imam Ahmad bin Hambali bahwa akan sampai kepada mayit semua pahala ibadah ketaatan ialah pendapat yang selayaknya dipegang tegung, karena sesungguhnya membedakan antara amal-amal dengan kemantapan hati atas sampainya sebagian amal-amal tersebut bukan sebagian lainnya, di dalamnya terdapat perbedaan jauh yang tidak samar pada orang yang anshof.
Orang yang membawa syariat, Nabi SAW, ketika Beliau ditanya mengenai haji untuk mayit maka Beliau memberikan petunjuk pada perbuatan Beliau, begitu pula puasa dan shodaqoh. Dan jika Beliau ditanya tentang ibadah lainnya niscaya banyak sekali Beliau memberi jawaban dengan mengerjakan ibadah lain tersebut, dan tidaklah tetap sesuatu yang menunjukkan penolakan. Maka hendaknya disamakan ibadah ketaatan yang tidak pernah ditanyakan dengan ibadah yang telah ditanyakan, baik berupa ibadah maliyah maupun ibadah badaniah.
Dari situlah, kebanyakan sahabat-sahabat kami memilih membolehkan mengerjakan sholat dan i'tikaf untuk mayit. Dan telah berlaku versi atau pendapat di dalam madzhab atas kebolehan hal itu, bahkan Imam As-Subki melakukannya (sholat lalu pahalanya dihadiahkan) untuk sebagian kerabat-kerabatnya.
Jika saja tidak ada seorang pun yang berpendapat seperti itu (sampainya semua pahala yang dihadiahkan kepada mayit) kecuali Imam Ahmad bin Hambali, maka hal itu sudah mencukupi di dalam kebolehan mengerjakannya, karena sesungguhnya Imam Ahmad bin Hambali adalah orang yang menjaga sunnah sesuai kesepakatan ulama' dan seorang imam dari imam-imam yang memberikan petunjuk umat dan diikuti tanpa adanya pertentangan.
Sesungguhnya sebagian sahabat-sahabat kami mengatakan, bahwa madzhab tiga, semoga Allah Yang Maha Luhur merohmati mereka, berselisih pendapat di dalamnya (mengenai sampainya pahala ibadah yang dihadiahkan kepada mayit).
Dari pendapat Imam Malik, sampainya pahala membaca Al-Qur'an kepada mayit terlepas tujuan seseorang di dalam membacanya meskipun (tujuan itu) sesudah membacanya. Ini adalah versi di dalam madzhab kita, kebanyakan dari imam-imam kita memilih versi ini :
- Sahabat-sahabat Imam Al-Mawardi dan Imam Rowyani telah memantapkan hati dengan versi ini,
- Al-Qodli Husain memberikan fatwa dengan versi ini,
- Imam Ghozali dan Imam Ibnus Sholah memberikan isyarat kebolehan kepada versi ini,
- Ibnu Abi 'Ishrun, pemilik Kitab Adz-Dzakhoir, Ibnu Abid Dam, Muhibbuddin Imam At-Thabari, dan lainnya memilih versi ini.
Pendapat yang masyhur di dalam madzhab adalah berbeda pendapat, yaitu tidak sampai pahalanya. Hal itu dikarenakan pahala membaca Al-Qur'an adalah milik orang yang membaca, karena membaca Al-Qur'an adalah amal orang tersebut dan pahala yang diruntutkan pada amal tidak bisa dipindahkan dari orang yang mengerjakan amal tersebut.
Firman Allah Yang Maha Luhur :
ÙˆَØ£َÙ†ْ Ù„َÙŠْسَ Ù„ِÙ„ْØ¥ِÙ†ْسَانِ Ø¥ِÙ„َّا Ù…َا سَعٰÙ‰
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya" (An-Najm : 39).
Sedangkan doa dan shodaqoh, telah sampai nash dari keduanya, maka keduanya tidak boleh diqiyaskan (sesuai pada ayat di atas), kaena tidak ada tempat untuk qiyas di dalam masalah itu. (Maksudnya, pendapat yang masyhur di kalangan ulama' berpendapat bahwa doa dan shodaqoh yang dihadiahkan kepada orang lain, maka pahalanya bisa sampai tetapi untuk masalah membaca Al-Qur'an tetap tidak bisa sampai pahalanya).
Didatangkan (diriwayatkan) mengenai hal itu bahwa telah sampai di dalam hadist, "Kebaikan-kebaikan orang yang menganiaya akan berpindah kepada orang yang dianiaya pada hari kiamat".
Sesungguhnya ayat itu (Surat An-Najm : 39) telah dirombah sesuai dengan riwayat yang dikatakan dengan Firman Allah Yang Maha Luhur :
(Ayat tersebut menunjukkan) anak-anak memasuki surga karena kesholehan bapak-bapaknya, Sahabat Ibnu Abbas yang berpendapat tentang ini.
(Sedikit menjelaskan perombakan ayat tersebut, baca : Ifadatut Thullab - Menguatkan Pendapat Mengenai Sampainya Pahala Membaca Al-Qur'an Kepada Mayit).
Al-Allamah Ibnu Ziyad telah menyempurnakan pembicaraan di dalam masalah itu (sampainya pahala kepada mayit) di dalam karangannya yang dinamakan Kitab Bifashlil Khitob fi Hukmid Du'a Bi'isholits Tsaubi.
Di dalam Kitab At-Tuhfah oleh Syekh Ahmad bin Ibnu Hajar, semoga Allah Yang Maha Luhur merohmatinya, (dijelaskan) sesudah Imam Malik menjelaskan bahwa "sampainya pahala membaca Al-Qur'a kepada mayit terlepas tujuan seseorang di dalam membacanya adalah versi pendapat madhzhab yang dipilih oleh kebanyakan imam-imam kita", maka dikatakan : selayaknya niat membaca Al-Qur'an untuk mayit karena pendapat ini memuat kebenaran di dalam perkara itu sendiri. Maka seseorang harus niat mengikuti pendapat itu supaya tidak tercampur dengan ibadah yang rusak di dalam prasangkanya.
Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan perkataan yang berhubungan dengan masalah itu sampai beliau mengatakan di dalam penjelasan yang ditukil dari Imam As-Subki bahwa Imam As-Subki mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh syekh beliau, Ibnu Rofi'ah, yang (pada waktu itu Ibnu Rofi'ah menjelaskan dengan) menunjukkan khobar kepada beliau, (yaitu) :
Istinbath, bahwa sebagian Al-Qur'an yang ditujukan untuk memberikan kemanfaatan kepada mayit maka akan memberi manfaat kepadanya. Karena sudah tetap bahwa ketika orang yang membaca ketika menujukan niat untuk memberi manfaat kepada orang yang digigit ular, maka itu akan memberikan manfaat kepada orang itu. Nabi SAW telah menetapkan hal itu dengan sabdanya :
Ketika membaca Al-Qur'an bisa memberi manfaat kepada orang yang hidup dengan tujuan niat membaca (seperti pada potongan hadist di atas), maka manfaat yang didapat oleh mayit adalah hal yang lebih utama (jika niat pahalanya dihadiahkan kepadanya). Selesai penjelasan Ibnu Hajar.
Kamu boleh saja menolak pendapat Imam Subki bahwa perkataannya bukanlah tentang kemutlakan memberikan manfaat tetapi tentang sampainya pahala membaca Al-Qur'an kepada mayit. Hal ini (sampainya pahala membaca Al-Qur'an) tidak ditunjukkan oleh hadist orang yang digigit ular karena apa yang ditetapkan beliau, yakni Imam Subki, bahwa syariat tidak menjadikan seseorang untuk berbuat di dalam masalah mayit, baik dengan niat maupun menjadikan (memberikan pahala).
[Tentu] telah ditanggungkan semua ketidaksampaian pahala yang mana mushonnif telah mengatakannya di dalam syarakh Muslim bahwa itu adalah madzhab yang masyhur, (ditanggungkan) kepada niat apa yang ketika dibaca, tidak karena keberadaan mayit, orang yang membaca boleh tidak niat memberikan pahala bacaan kepada mayit atau dia niat namun tidak berdoa (keduanya boleh).
Adapun mayit yang hadir (ada di hadapan), maka di dalamnya terdapat perselisihan pendapat. Sumber perselisihan pendapat itu ada di dalam memberikan pahala membaca : "ditanggungkan atas apa ?". Maka pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi di dalam Kitab Ar-Roudloh, bahwa ia yaitu mayit seperti orang yang hadir di dalam meresapnya rohmat yang turun ketika membaca Al-Qur'an.
Dan di dalam Kitab Al-Adzkar, bahwa pendapat yang dipilih adalah pendapat Imam Syalusi : Jika membaca Al-Qur'an, kemudian pahalanya dijadikan untuk mayit, maka pahala itu akan sampai kepada mayit.
Kamu bisa meneliti bahwa pendapat (Imam Syalusi) ini yang seperti pendapat kedua adalah pendapat yang jelas, bahwa dalam mengupas niat agar pahalanya sampai kepada mayit adalah tidak memiliki faidah meskipun mengenai mayit yang hadir (ada di hadapan) dan tidak ada pertentangan di dalam pendapat pertama yang dijelaskan karena pendapat pertama juga seperti pendapat Imam Syalusi (pendapat kedua) di dalam apa yang telah dijelaskan. Sesungguhnya mengupas manfaat (membaca Al-Qur'an untuk mayit) akan memberi faidah, bukan masalah sampainya pahala bacaan Al-Qur'an yang dibicarakan.
Imam Syafi'i dan sahabat-sahabatnya telah memberikan nash atas kesunnahan membaca ayat yang mudah di sekitar mayit dan berdoa setelahnya, maksudnya doa pada saat itu lebih diharapkan terkabul, karena sesungguhnya mayit bisa mendapatkan berkah membaca Al-Qur'an seperti orang hidup yang hadir di sana, bukan orang yang mendengar (mayit tidak mendapatkan berkah dari orang yang hanya mendengar) karena mendengarkan mewajibkan tujuan (niat), mendengarkan adalah amal yang bisa terputus karena kematian .... sampai akhir kalimat di dalam Kitab At-Tukhfah.
Tatkala kamu telah menetapkan nash ini, maka ketika kamu membaca Surat Fatihah kepada ruh mayit misalnya, dengan tujuan bahwa Allah akan mengasihinya misalnya, maka yang diharapkan dari anugerah Allah adalah mayit mendapatkan manfaat atas bacaan Surat Fatihah kepadanya berdasarkan niat sampainya rohmat dan lainnya karena sesungguhnya telah dibaca Surat Fatihah kepadanya, sebagaimana penjelasan di dalam atsar (qoul para sahabat). Demikian pula jika seseorang membaca selain Surat Fatihah dari ayat Al-Qur'an, maka akan sampai kepada mayit manfaat bacaan AL-Qur'an tersebut.
Kemudian apakah sampai kepada mayit bersamaan rohmat misalnya, seperti pahala orang yang membaca dengan tepatnya tujuan membaca Al-Quran tanpa doa agar sampailah pahalanya ? atau wajib berdoa agar sampai pahala khusus berdasarkan apa yang telah dijelaskan ?
Maka kami telah mendahulukan penjelasan yang ditukil dari Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hambal, dan versi menurut Madzhab Syafi'iyyah bahwa pahala itu akan sampai kepada mayit berdasarkan tepatnya tujuan membaca Al-Qur'an, meskipun tujuan itu setelah membaca.
Telusuri lebih lengkap : Terjemah Kitab Ifadatut Thullab Bahasa Indonesia.
Sedangkan doa dan shodaqoh, telah sampai nash dari keduanya, maka keduanya tidak boleh diqiyaskan (sesuai pada ayat di atas), kaena tidak ada tempat untuk qiyas di dalam masalah itu. (Maksudnya, pendapat yang masyhur di kalangan ulama' berpendapat bahwa doa dan shodaqoh yang dihadiahkan kepada orang lain, maka pahalanya bisa sampai tetapi untuk masalah membaca Al-Qur'an tetap tidak bisa sampai pahalanya).
Didatangkan (diriwayatkan) mengenai hal itu bahwa telah sampai di dalam hadist, "Kebaikan-kebaikan orang yang menganiaya akan berpindah kepada orang yang dianiaya pada hari kiamat".
Sesungguhnya ayat itu (Surat An-Najm : 39) telah dirombah sesuai dengan riwayat yang dikatakan dengan Firman Allah Yang Maha Luhur :
ÙˆَالَّØ°ِÙŠْÙ†َ آمَÙ†ُÙˆْا ÙˆَاتَّبَعَتْÙ‡ُÙ…ْ Ø°ُرِّÙŠَّتُÙ‡ُÙ…ْ بِØ¥ِÙŠْÙ…َانٍ Ø£َÙ„ْØَÙ‚ْÙ†َا بِÙ‡ِÙ…ْ Ø°ُرِّÙŠَّتَÙ‡ُÙ…ْ
"Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka" (At-Thur : 21).(Ayat tersebut menunjukkan) anak-anak memasuki surga karena kesholehan bapak-bapaknya, Sahabat Ibnu Abbas yang berpendapat tentang ini.
(Sedikit menjelaskan perombakan ayat tersebut, baca : Ifadatut Thullab - Menguatkan Pendapat Mengenai Sampainya Pahala Membaca Al-Qur'an Kepada Mayit).
Al-Allamah Ibnu Ziyad telah menyempurnakan pembicaraan di dalam masalah itu (sampainya pahala kepada mayit) di dalam karangannya yang dinamakan Kitab Bifashlil Khitob fi Hukmid Du'a Bi'isholits Tsaubi.
Di dalam Kitab At-Tuhfah oleh Syekh Ahmad bin Ibnu Hajar, semoga Allah Yang Maha Luhur merohmatinya, (dijelaskan) sesudah Imam Malik menjelaskan bahwa "sampainya pahala membaca Al-Qur'a kepada mayit terlepas tujuan seseorang di dalam membacanya adalah versi pendapat madhzhab yang dipilih oleh kebanyakan imam-imam kita", maka dikatakan : selayaknya niat membaca Al-Qur'an untuk mayit karena pendapat ini memuat kebenaran di dalam perkara itu sendiri. Maka seseorang harus niat mengikuti pendapat itu supaya tidak tercampur dengan ibadah yang rusak di dalam prasangkanya.
Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan perkataan yang berhubungan dengan masalah itu sampai beliau mengatakan di dalam penjelasan yang ditukil dari Imam As-Subki bahwa Imam As-Subki mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh syekh beliau, Ibnu Rofi'ah, yang (pada waktu itu Ibnu Rofi'ah menjelaskan dengan) menunjukkan khobar kepada beliau, (yaitu) :
Istinbath, bahwa sebagian Al-Qur'an yang ditujukan untuk memberikan kemanfaatan kepada mayit maka akan memberi manfaat kepadanya. Karena sudah tetap bahwa ketika orang yang membaca ketika menujukan niat untuk memberi manfaat kepada orang yang digigit ular, maka itu akan memberikan manfaat kepada orang itu. Nabi SAW telah menetapkan hal itu dengan sabdanya :
ÙˆَÙ…َا ÙŠُدْرِÙŠْÙƒَ اَÙ†َّÙ‡َا رُÙ‚ْÙŠَØ©ٌ
"Apa yang membuatmu tahu bahwa Surat Fatihah adalah ruqyah (suwuk atau doa yang manjur)".Ketika membaca Al-Qur'an bisa memberi manfaat kepada orang yang hidup dengan tujuan niat membaca (seperti pada potongan hadist di atas), maka manfaat yang didapat oleh mayit adalah hal yang lebih utama (jika niat pahalanya dihadiahkan kepadanya). Selesai penjelasan Ibnu Hajar.
Kamu boleh saja menolak pendapat Imam Subki bahwa perkataannya bukanlah tentang kemutlakan memberikan manfaat tetapi tentang sampainya pahala membaca Al-Qur'an kepada mayit. Hal ini (sampainya pahala membaca Al-Qur'an) tidak ditunjukkan oleh hadist orang yang digigit ular karena apa yang ditetapkan beliau, yakni Imam Subki, bahwa syariat tidak menjadikan seseorang untuk berbuat di dalam masalah mayit, baik dengan niat maupun menjadikan (memberikan pahala).
[Tentu] telah ditanggungkan semua ketidaksampaian pahala yang mana mushonnif telah mengatakannya di dalam syarakh Muslim bahwa itu adalah madzhab yang masyhur, (ditanggungkan) kepada niat apa yang ketika dibaca, tidak karena keberadaan mayit, orang yang membaca boleh tidak niat memberikan pahala bacaan kepada mayit atau dia niat namun tidak berdoa (keduanya boleh).
Adapun mayit yang hadir (ada di hadapan), maka di dalamnya terdapat perselisihan pendapat. Sumber perselisihan pendapat itu ada di dalam memberikan pahala membaca : "ditanggungkan atas apa ?". Maka pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi di dalam Kitab Ar-Roudloh, bahwa ia yaitu mayit seperti orang yang hadir di dalam meresapnya rohmat yang turun ketika membaca Al-Qur'an.
- Dikatakan, tempatnya adalah jika membaca Al-Qur'an diikuti doa untuk mayit.
- Dikatakan, pahala yang dihasilkan dari membaca Al-Qur'an dijadikan untuk mayit.
Dan di dalam Kitab Al-Adzkar, bahwa pendapat yang dipilih adalah pendapat Imam Syalusi : Jika membaca Al-Qur'an, kemudian pahalanya dijadikan untuk mayit, maka pahala itu akan sampai kepada mayit.
Kamu bisa meneliti bahwa pendapat (Imam Syalusi) ini yang seperti pendapat kedua adalah pendapat yang jelas, bahwa dalam mengupas niat agar pahalanya sampai kepada mayit adalah tidak memiliki faidah meskipun mengenai mayit yang hadir (ada di hadapan) dan tidak ada pertentangan di dalam pendapat pertama yang dijelaskan karena pendapat pertama juga seperti pendapat Imam Syalusi (pendapat kedua) di dalam apa yang telah dijelaskan. Sesungguhnya mengupas manfaat (membaca Al-Qur'an untuk mayit) akan memberi faidah, bukan masalah sampainya pahala bacaan Al-Qur'an yang dibicarakan.
Imam Syafi'i dan sahabat-sahabatnya telah memberikan nash atas kesunnahan membaca ayat yang mudah di sekitar mayit dan berdoa setelahnya, maksudnya doa pada saat itu lebih diharapkan terkabul, karena sesungguhnya mayit bisa mendapatkan berkah membaca Al-Qur'an seperti orang hidup yang hadir di sana, bukan orang yang mendengar (mayit tidak mendapatkan berkah dari orang yang hanya mendengar) karena mendengarkan mewajibkan tujuan (niat), mendengarkan adalah amal yang bisa terputus karena kematian .... sampai akhir kalimat di dalam Kitab At-Tukhfah.
Tatkala kamu telah menetapkan nash ini, maka ketika kamu membaca Surat Fatihah kepada ruh mayit misalnya, dengan tujuan bahwa Allah akan mengasihinya misalnya, maka yang diharapkan dari anugerah Allah adalah mayit mendapatkan manfaat atas bacaan Surat Fatihah kepadanya berdasarkan niat sampainya rohmat dan lainnya karena sesungguhnya telah dibaca Surat Fatihah kepadanya, sebagaimana penjelasan di dalam atsar (qoul para sahabat). Demikian pula jika seseorang membaca selain Surat Fatihah dari ayat Al-Qur'an, maka akan sampai kepada mayit manfaat bacaan AL-Qur'an tersebut.
Kemudian apakah sampai kepada mayit bersamaan rohmat misalnya, seperti pahala orang yang membaca dengan tepatnya tujuan membaca Al-Quran tanpa doa agar sampailah pahalanya ? atau wajib berdoa agar sampai pahala khusus berdasarkan apa yang telah dijelaskan ?
Maka kami telah mendahulukan penjelasan yang ditukil dari Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hambal, dan versi menurut Madzhab Syafi'iyyah bahwa pahala itu akan sampai kepada mayit berdasarkan tepatnya tujuan membaca Al-Qur'an, meskipun tujuan itu setelah membaca.
Telusuri lebih lengkap : Terjemah Kitab Ifadatut Thullab Bahasa Indonesia.
Tags:
Ifadatut Thullab