Minhatul Mughits - (6) Tanbihat (Pengingatan) dan Hadits Dhaif


Terjemah Kitab Minhatul Mughits Bahasa Indonesia, Tanbihat (Pengingatan) dan Hadits Dhaif.

TANBIHAT (PENGINGATAN)
Pertama, istilah "جَÙŠِّدٌ" (jayyid atau kuat) dan "Ù‚َÙˆِÙŠٌّ" (qawiy atau kuat) menyamai makna dengan hadits shahih yang telah dijelaskan. Adapun istilah "Ø«َابِتٌ" (tsabit atau tetap) , "Ù…ُجَÙˆَّدٌ" (mujawwad atau bagus), dan "صَالِØ­ٌ" (shalih atau baik) memuat pengertian Hadits Shahih dan Hadits Hasan. Adapun istilah "Ù…ُØ´َبِّÙ‡ٌ" (musyabbih atau serupa) maka diucapkan pada makna Hadits Hasan dan hadits yang mendekatinya.

Kedua, perbedaan tingkat (derajat) hadits shahih diperhitungkan berdasarkan perbedaan sifat-sifat yang menjadi keputusan terhadap keshahihan sanad dan matan.

Hadits Shahih yang paling tinggi derajat sanadnya adalah apa yang dikatakan oleh sebagian imam-imam hadits, yaitu istilah "اَصَØ­ُّ الْاَسَانِÙŠْدِ" (sanad-sanad yang paling shahih), seperti perkataan Imam Bukhari bahwa "Ashahul Asanid" adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar.

Tingkatan di bawah "Ashahul Asanid" adalah seperti riwayat Buraid bin Abdullah bin Abu Burdah, dari ayahnya (Abdullah), dari kakeknya (Abu Burdah), dari Abu Musa Al-Asy'ari.

Hadits Shahih yang paling tinggi derajat matannya adalah hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, hadits berdasarkan syarat Bukhari Muslim, hadits berdasarkan syarat Imam Bukhari, hadits berdasarkan syarat Imam Muslim, kemudian hadits berdasarkan syarat selain Bukhari Muslim seperti di dalam Kutubus Sittah.

Adapun Hadits Hasan maka seperti Hadits Shahih, berbeda tingkat (derajat) isnad dan matannya.

Hadits hasan yang paling tinggi derajat sanadnya adalah apa yang dikatakan oleh sebagian imam-imam hadits, yaitu "اَØ­ْسَÙ†ُ الْاَسَانِÙŠْدِ" (ahsanul asanid atau sanad-sanad yang paling hasan).

Sedangkan sanad yang lebih rendah derajat bukanlah seperti demikian (bukan termasuk ashanul ananid dan lebih rendah darinya).

Hadits Hasan yang paling tinggi derajat matannya adalah hadits yang diperselisihkan di dalam masalah shahih dan hasannya. Seperti demikian itu, sedangkan hadist yang paling rendah derajat adalah hadits yang diperselisihkan di dalam shahih dan dhaifnya.

Ketiga, tidaklah tetap (tidak pasti) antara sanad dan matan di dalam masalah keshahihan karena terkadang sanad dinilai shahih kerena memenuhi syarat-syaratnya, baik berupa sambung sanadnya dan lainnya, dan matan tidak dinilai shahih karena adanya kejanggalan di dalamnya, seumpamanya. Dan terkadang sanad tidak dinilai shahih karena hilangnya sebagian syarat-syaratnya, dan matan dinilai shahih dari jalur lain. Demikian pula, tidaklah tetap (tidak pasti) antara sanad dan matan di dalam masalah kehasanan karena sanad dari 2 hadits terkadang dinilai hasan tapi tidak yang lainnya (matannya tidak hasan).
Catatan : maksudnya, bisa jadi sebuah hadits terkadang sanadnya shahih karena memenuhi syarat tapi matannya tidak shahih, atau bisa jadi juga sanadnya tidak shahih tetapi matannya shahih. Begitu pula dengan masalah hadits hasan.

Keempat, terkadang para ulama' hadits mengatakan di dalam sebuah hadits, "Ø­َسَÙ†ٌ صَØ­ِÙŠْØ­ٌ" yaitu dengan mengibrahkan pada dhahirnya hadits, yang mana menjadikan kesamaran di dalam memahaminya. Jawaban intinya adalah bahwa lafadz "اَÙˆْ" dibuang sebagai bentuk variasi, maksudnya adalah Hadits Shahih dari satu jalur dan Hadits Hasan dari jalur lain.

Kelima, penambahan oleh rawi shahih dan rawi hasan dapat diterima jika penambahan itu tidak berlawanan dengan rawi yang tidak memberi penambahan. Jika penambahan itu berlawanan, maka perlu ditarjih. Jika salah satu dari keduanya unggul, maka bisa menjadi ibrah dan yang lainnya adalah syadz atau janggal.
Catatan : Maksudnya, jika rawi yang memenuhi kriteria shahih dan hasan memberi penambahan, maka masih diterima asalkan tidak bertentangan dengan rawi yang tidak memberi penambahan. Jika bertentangan maka harus melakukan tarjih (membandingkan dan mengunggulkan kekuatan masing-masing hadits). Jika sudah ditemukan hadits yang lebih unggul, maka hadits yang unggul tersebut adalah yang diterima sedangkan yang tidak unggul dianggap syadz (janggal) karena keduanya bertentangan.

HADITS DHAIF
Yaitu hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat diterimanya.

Hadits Dhaif memiliki banyak cabang dan macam. Tingkatannya (derajatnya) berbeda-beda tergantung pada bobot ringan kedhaifannya dan kekuatannya di dalam isnad dan matan.

Hukumnya, bahwa hadits dhaif bisa diamalkan selama kedhaifannya tidak terlalu parah, dengan syarat hadits itu termasuk berada di bawah hadits yang diamalkan (dibawah shahih dan hasan) dan beri'tikad ketika mengamalkannya dengan hati-hati.

Dan tidaklah tetap (tidak pasti) kedhaifan hadits menurut ahli hadits pada masa ini bahwa hadits dhaif itu tidak dinilai shahih atau hasan dalam realitanya.
Catatan : maksudnya, belum tentu hadits yang dinilai dhaif secara hakekat memang bukan hadits shahih atau hadits hasan, bisa jadi hadits dhaif itu justru malah hadist shahih atau hadits hasan secara hakekatnya.

Sebagaimana tidak tetapnya (tidak pastinya) keshahihan dan kehasanan hadits menurut mereka, bahwa hadits itu seperti itu (memang benar-benar shahih atau hasan) di dalam realitanya, karena adanya kesalahan, kelupaan pada rawi yang adil, dan kebenaran pada lainnya (rawi yang tidak adil).
Catatan : maksudnya, sebagaimana dijelaskan di atas mengenai ketidakpastian hadits shahih atau hadits hasan, bisa jadi hadits yang dinilai shahih atau hasan justru malah hadits dhaif secara hakekatnya. Demikian itu karena penyusunnya adalah manusia yang tidak luput dari salah dan lupa, apalagi yang menyusun konsep hadits jauh dari masa Nabi SAW, wallahu a'lam.

Baca lebih lengkap : Terjemah Kitab Minhatul Mughits Bahasa Indonesia