Ayyuhal Walad - Isi Bagian 7

Ayyuhal Walad - Isi Bagian 7

Terjemah Kitab Ayyuhal Walad Bahasa Indonesia, Bab Isi Bagian 7.

أَيُّهَا الْوَلَدُ، قَدْ عَلِمْتَ مِنْ هَاتَيْنِ الْحِكَايَتَيْنِ لَا تَحْتَاجُ إِلٰى تَكْثِيْرِ الْعِلْمِ وَالْأٓنَ أُبَيِّنُ لَكَ مَا يَجِبُ عَلٰى سَالِكِ سَبِيْلِ الْحَقِّ

Wahai anakku, kamu telah mengetahui dua kisah ini, kamu tidak perlu memperbanyak ilmu dan sekarang aku akan menjelaskan padamu apa yang wajib bagi seorang salik jalan hak (hakekat).

إِعْلَمْ أَنَّهُ يَنْبَغِى لِلسَّالِكِ شَيْخٌ مُرْشِدٌ مُرَبٍّ لِيُخْرِجَ الْأَخْلَاقَ السَّيِّئَةَ مِنْهُ بِتَرْبِيَتِهِ وَيَجْعَلَ مَكَانَهَا خُلُقًا حَسَنًا، وَمَعْنَى التَّرْبِيَةِ يُشْبِهُ فِعْلَ الْفَلَّاحِ الَّذِيْ يَقْلُعُ الشَّوْكَ وَيُخْرِجُ النَّبَاتَاتِ الْأَجْنَبِيَّةِ مِنْ بَيْنِ الزَّرْعِ لِيَحْسُنَ نَبَاتُهُ وَيَكْمُلَ رَيْعُهُ

Ketahuilah bahwa selayaknya bagi seorang salik (orang yang menempuh jalan hakekat) memiliki seorang guru, mursyid (penunjuk atau pembimbing), lagi murabbi (pendidik) agar guru itu dapat mengeluarkan akhlaq-akhlaq buruk darinya dengan cara mendidiknya dan menjadikan tempat akhlaq buruk itu sebagai akhlaq yang baik. Makna "tarbiyah" (cara mendidik) itu serupa dengan pekerjaan petani yang mana ia mencabut duri dan mengeluarkan tanaman-tanama lainnya di antara tanaman itu agar ia tumbuh baik dan sempurna hasilnya.

وَلَا بُدَ لِلسَّالِكِ مِنْ شَيْخٍ يُؤَدِّبُهُ وَيُرْشِدُهُ إِلٰى سَبِيْلْ اللّٰهِ تَعَالٰى لِأَنَّ اللّٰهَ أَرْسَلَ لِلْعِبَادِ رَسُوْلًا لِلْإِرْشَادِ إِلٰى سَبِيْلِهِ، فَإِذَا ارْتَحَلَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ خَلَّفَ الْخُلَفَاءَ فِيْ مَكَانِهِ حَتّٰى يُرْشِدُوْا إِلَى اللّٰهِ تَعَالٰى، وَشَرْطُ الشَّيْخِ الَّذِيْ يَصْلُحُ أَنْ يَكُوْنَ نَائِبًا لِرَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَوَاتُ اللّٰهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ أَنْ يَكُوْنَ عَالِمًا وَلٰكِنْ لَا كُلُّ عَالِمٍ يَصْلُحُ لِلْخِلَافَةِ

Seorang salik (orang yang menempuh jalan hakekat) harus memiliki seorang guru yang mengajarkan adab dan menunjukkannya ke jalan Allah Yang Maha Luhur, karena sesungguhnya Allah telah mengutus seorang rasul pada hamba-hamba menuju ke jalan-Nya. Lalu, tatkala Rasululullah sudah wafat, para pengganti telah menggantikan tempat Beliau sehingga mereka dapat menunjukkan (membimbing) pada (jalan) Allah Yang Maha Luhur. Syarat seorang guru yang patut untuk menjadi pengganti Rasulullah SAW adalah ia seorang yang alim, tetapi tidak semua orang yang alim patut menjadi pengganti.

وَإِنِّيْ أُبَيِّنُ لَكَ بَعْضَ عَلَامَاتِهِ عَلٰى سَبِيْلِ الْإِجْمَالِ حَتّٰى لَا يَدَّعِيَ كُلُّ أَحَدٍ أَنَّهُ مُرْشِدٌ، فَنَقُوْلُ مَنْ يُعْرِضُ عَنْ حُبِّ الدُّنْيَا وَحُبِّ الْجَاهِ وَكَانَ قَدْ تَابَعَ لِشَخْصٍ بَصِيْرٍ تَتَسَلْسَلُ مُتَابِعَتُهُ إِلٰى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ مُحْسِنًا رَيَاضَةَ نَفْسِهِ بِقِلَّةِ الْأَكْلِ وَالْقَوْلِ وَالنَّوْمِ وَكَثْرَةِ الصَّلَوَاتِ وَالصَّدَقَةِ وَالصَّوْمِ، وَكَانَ بِمُتَابِعَتِهِ ذٰلِكَ الشَّيْخَ الْبَصِيْرَ جَاعِلًا مُحَاسِنَ الْأَخْلَاقِ لَهُ سِيْرَةً كَالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَالشُّكْرِ وَالتَّوَكُّلِ وَالْيَقِيْنِ وَالْقَنَاعَةِ وَطُمَأْنِيْنَةِ النَّفْسِ وَالْحِلْمِ وَالتَّوَاضُعِ وَالْعِلْمِ وَالصِّدْقِ وَالْحَيَاءِ وَالْوَفَاءِ وَالْوَقَارِ وَالسُّكُوْنِ وَالتَّأَنِّى وَأَمْثَالِهَا، فَهُوَ إذًا نُوْرٌ مِنْ أَنْوَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْلُحُ لِلْإِقْتِدَاءِ بِهِ

Dan sesungguhnya aku akan menjelaskan padamu sebagian tanda-tanda orang alim secara general (global) sehingga setiap orang tidak bisa mengaku bahwa ia adalah seorang mursyid. Aku (Imam Ghazali) menjawab :

[1] Guru itu adalah orang yang berpaling dari kecintaan pada dunia dan kecintaan pada kedudukan dunia.

[2] Guru itu mengikuti seseorang yang bashirah (memiliki mata hati) yang pengikutnya merantai sambung sampai Baginda Para Rasul, Nabi Muhammad SAW.

[3] Guru itu adalah orang yang memperbaiki diri dalam melatih nafsunya dengan sedikit makan, sedikit perkataannya, sedikit tidur, banyak melaksanakan sholat, banyak bershodaqoh, dan banyak berpuasa.

Dengan mengikuti guru yang bashirah (memiliki mata hati) itu akan menjadikan diri memiliki akhlaq yang baik, juga sebagai prilaku baik seperti sabar, mengerjakan sholat, syukur, tawakkal, yakin, qanaah (menerima jatah dari Allah dengan lapang dan ikhlas), tenang hatinya, hilm (sangat sabar), tawadlu' (merendahkan diri), memiliki ilmu, jujur, malu, menepati janji, sifat waqar (santai dan tenang), tenangnya hati, berhati-hati, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, guru itu adalah sebuah cahaya dari nur-nur Rasulullah SAW yang patut untuk diikuti.

وَلٰكِنَّ وُجُوْدَ مِثْلِهِ نَادِرٌ أَعَزُّ مِنَ الْكَبْرِيْتِ الْأَحْمَرِ، وَمَنْ سَاعَدَتْهُ السَّعَادَةُ فَوَجَدَ شَيْخًا كَمَا ذَكَرْنَا وَقَبِلَهُ الشَّيْخُ يَنْبَغِى أَنْ يَحْتَرِمَهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا

Tetapi, adanya guru seperti itu sangatlah langka, lebih mulia daripada permata merah. Barang siapa mendapati keberuntungan lalu ia menemukan seorang guru sebagaimana yang telah saya jelaskan dan guru itu menerimanya (sebagai murid), maka sudah selayaknya ia memuliakan guru itu baik secara dhahir maupun batin.

أَمَّا احْتِرَامُ الظَّاهِرِ فَهُوَ أَنْ لَا يُجَادِلَهُ وَلَا يَشْتَغِلُ بِالْإِحْتِجَاجِ مَعَهُ فِيْ كُلِّ مَسْأَلَةٍ وَإِنْ عَلِمَ خَطَأَهُ، وَلَا يُلْقِيَ بَيْنَ يَدَيْهِ سَجَادَتَهُ إِلَّا وَقْتَ أَدَاءِ الصَّلَاةِ فَإِذَا فَرَغَ يَرْفَعُهَا، وَلَا يُكْثِرَ نَوَافِلَ الصَّلَاِة بِحَضْرَتِهِ، وَيَعْمَلَ مَا يَأْمُرُهُ الشَّيْخُ مِنَ الْعَمَلِ بِقَدْرِ وُسْعِهِ وَطَاقَتِهِ

Adapun cara memuliakan secara dhahir yaitu

[1] Tidak mendebatnya dan tidak tersibukkan dengan memprotesnya dalam setiap masalah meskipun ia mengetahui kesalahan guru itu

[2] Tidak membeber sajadahnya di hadapan guru itu kecuali pada waktu melaksanakan sholat lalu tatkala ia sudah selesai sholat maka ia boleh mengangkat sajadahnya

[3] Tidak memperbanyak melakukan sholat-shola sunnah di hadapan guru itu

[4] Dan melakukan apapun pekerjaan yang telah diperintah oleh guru itu semampu dan sekuatnya

وَأَمَّا احْتِرَامُ الْبَاطِنِ فَهُوَ أَنَّ كُلَّ مَا يَسْمَعُ وَيَقْبَلُ مِنْهُ فِى الظَّاهِرِ لَا يُنْكِرُهُ فِى الْبَاطِنِ لَا فِعْلًا وَلَا قَوْلًا لِئَلَّا يَتَّسِمَ بِالنِّفَاقِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ يَتْرُكْ صُحْبَتَهُ إِلٰى أَنْ يُوَافِقَ بَاطِنُهُ ظَاهِرَهُ، وَيَحْتَرَزُ عَنْ مُجَالَسَةِ صَاحِبِ السُّوْءِ لِيَقْصُرَ وِلَايَةُ شَيَاطِيْنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ عَنْ صَحْنِ قَلْبِهِ فَيُصَفَّى مِنْ لَوْثِ الشَّيْطَنَةِ وَعَلٰى كُلِّ حَالٍ يَخْتَارُ الْفَقْرَ عَلَى الْغِنٰى

Dan adapun cara memuliakan secara batin yaitu

[1] Setiap apapun yang ia dengar dan ia terima dari guru itu secara dhahir maka tidak mengingkarinya secara batin, tidak mengingkari perbuatan dan juga ucapan, agar guru itu tidak menyebutnya sebagai munafik. Jika ia tidak mampu, maka tinggalkan menemani guru itu sampai batinnya (batinnya si murid) berkesesuaiaan dengan dhahirnya.

[2] Menjaga dari berteman dengan orang yang memiliki prilaku buruk agar dapat mempersempit wilayah kekuasaan syetan dari golongan jin dan manusia di piringan hatinya, maka hatinya menjadi bersih dari kotoran yang bersifat syaitaniyyah. 

[3] Dan ia memilih fakir daripada kaya pada setiap keadaan.

Wallahu a'lam bis showab.

Baca lebih lanjut : Terjemah Kitab Ayyuhal Walad Bahasa Indonesia.