Nurul Lum'ah, Kekushusan 1 - 9
Terjemah Kitab Nurul Lum'ah fi Khashaishij Jumuah Bahasa Indonesia, Muqaddimah dan Kekushusan 1 - 9.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Segala puji hanya bagi Allah yang telah mengistimewakan umat yang terpuji ini dengan sesuatu yang mengandung banyak fadhilah dan kemuliaan. Semoga rahmat ta’dhim dan kesejahteraan terlimpahkan kepada baginda kami, Nabi Muhammad, sebaik-baik makhluk.
Adapun sesudah itu, Al-Ustadz Syamsuddin Ibnul Qayyim telah menjelaskan di dalam Kitab Al-Huda Liyaumil Jumu’at, tentang keistimewaan-keistimewaan lebih dari 20 keisitimewaan dan ia melewatkan kelipatan-kelipatan yang telah dijelaskannya. Dan aku telah melihat kandungannya di dalam buku catatan kecil ini sebagai pengingat pada dalll-dalilnya dengan jalan yang ringkas, aku mengobservasinya (menelitinya) dan menghasilkan 100 keistimewaan dari 20 keistimewaan itu. Dan hanya Allah yang Maha Pemberi Pertolongan.
Kekhususan 1
Bahwasanya Hari Jum’at adalah hari raya umat ini. Imam Ibnu Majah mengeluarkan riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ هٰذَا يَوْمُ عِيْدٍ جَعَلَهُ اللّٰهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ، فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيْبٌ فَلْيَمِسْ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ
“Sesungguhnya hari ini (Hari Jum’at) adalah hari raya yang telah dijadikan Allah untuk orang-orang islam. Barang siapa yang mendatangi sholat jum’at maka hendaklah ia mandi. Dan apabila ada wewangian maka kenakanlah. Dan hendaklah kalian bersiwak”.
Imam Thabrani mengeluarkan riwayat di dalam Kitab Al-Ausat dari Sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda di dalam suatu Hari Jum’at dari hari-hari Jum’at lainnya:
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ إِنَّ هٰذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللّٰهُ لَكُمْ عِيْدًا فَاغْتَسِلُوْا وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ
“Wahai golongan orang-orang islam, sesungguhnya ini (Hari Jum’at) adalah hari yang Allah menjadikannya untuk kalian sebagai hari raya. Maka mandilah dan hendaklah kalian bersiwak”.
Kekhususan 2
Sesungguhnya dimakruhkan berpuasa di Hari Jum’at saja sesuai dengan hadits Imam Syaikhani (Imam Bukhari dan Imam Muslim) dari Sahabat Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda:
لَا يَصُوْمَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا أَنْ يَصُوْمَ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
“Jangan sekali-kali berpuasa salah satu dari kalian di Hari Jum’at kecuali ia berpuasa sebelumnya atau sesudahnya”.
Imam Syaikhani (Imam Bukhari dan Imam Muslim) mengeluarkan riwayat dari Sahabat Jabir berkata:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
“Nabi SAW melarang berpuasa di Hari Jum’at”.
Imam Bukhari mengeluarkan riwayat dari Juwairiyyah, ummul mukminin (istri Nabi SAW) ra:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهِيَ صَائِمَةٌ، فَقَالَ : أَصُمْتِ أَمْسِ، فَقَالَتْ : لَا، قَالَ : أَتُرِيْدِيْنَ أَنْ تَصُوْمِيْ غَدًا، قَالَتْ : لَا، قَالَ : فَافْطِرِيْ
“Sesungguhnya Nabi SAW pernah menemui Juwairiyyah di Hari Jum’at sedangkan Juwairiyyah sedang berpuasa. Lalu Beliau bertanya: Apakah kamu berpuasa kemarin?. Ia menjawab: Tidak. Beliau bertanya: Apakah kamu ingin berpuasa besok?. Ia menjawab: Tidak. Nabi berkata: Lalu batalkanlah puasamu”.
Imam Al-Hakim mengeluarkan riwayat dari Janadah bin Abu Umayyah Al-Azdi berkata:
دَخَلْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ فِيْ نَفَرٍ مِنَ الْأَزْدِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَدَعَانَا إِلٰى طَعَامٍ بَيْنَ يَدَيْهِ فَقُلْنَا : إِنَّا صِيَامٌ، قَالَ : أَصُمْتُمْ أَمْسِ، قُلْنَا : لَا، قَالَ : أَفَتَصُوْمُوْنَ غَدًا، قُلْنَا : لَا، قَالَ : فَافْطِرُوْا، ثُمَّ قَالَ : لَا تَصُوْمُوْا يَوْمَ الْجُمُعَةِ مُنْفَرِدًا
“Aku menemui Rasulullah SAW bersama golongan dari Kabilah Azi di Hari Jum’at. Lalu beliau menyuguhkan makanan yang ada di hadapan beliau pada kami, kemudian kami berkata: Sesungguhnya kami berpuasa. Beliau bertanya: Apakah kalian berpuasa kemarin?. Kami menjawab: Tidak. Beliau bertanya: Lalu, apakah kalian akan berpuasa besok?. Kami menjawab: Tidak. Beliau berkata: Lalu batalkanlah puasa kalian, kemudia berlia bersabda: Janganlah kalian berpuasa di Hari Jum’at saja”.
Imam Muslim mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda:
لَا تَخُصُّوْا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنَ اللَّيَالِى، وَلَا تَخُصُّوْا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنَ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ فِيْ صَوْمٍ يَصُوْمُهُ أَحَدُكُمْ
“Jangan mengkhususkan malam Jum’at dengan sholat malam di antara malam-malam lainnya. Dan jangan mengkhususkan Hari Jum’at dengan berpuasa di antara hari-hari lainnya kecuali jika Hari Jum’at itu bertepatan pada puasa yang mana salah satu dari kalian berpuasa”.
Imam An-Nawawi berkata: Pendapat yang shahih dari madzhab kita dan dengan pendapat itulah jumhur ulama’ telah memastikan yaitu kemakruhan berpuasa di Hari Jum’at saja.
Dan di dalam versi pendapat lain bahwa tidak dimakruhkan kecuali bagi orang yang jika ia berpuasa maka itu dapat mencegahnya untuk melakukan ibadah dan melemahkannya, sesuai dengan hadist Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i dan lainnya dari Sahabat Ibnu Mas’ud:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَّمَا كَانَ يُفْطِرُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
“Sesungguhnya Nabi SAW jarang sekali tidak berpuasa di Hari Jum’at”.
Dan pendapat awal (pendapat yang makruh) memberikan jawaban tentang hadits tersebut bahwa Nabi SAW berpuasa di Hari Kamis lalu menyambungnya di Hari Jum’at.
Dan diperselisihkan di dalam hikmah dimakruhkannya berpuasa karena Hari Jum’at saja:
Pendapat yang shahih sebagaimana pendapat Imam An-Nawawi bahwa berpuasa di Hari Jum’at saja di makruhkan karena hari itu adalah hari dianjurkan melakukan banyak ibadah di dalamnya, baik berupa dzikir, doa, membaca Al-Qur'an, dan membaca sholawat Nabi SAW. Maka disunnahkan tidak berpuasa di Hari Jum’at agar dapat lebih membantu dalam melaksanakan tugas-tugas (ibadah) ini dengan giat tanpa bosan dan letih. Dan (fadhilah sholat) hari jum’at menyamai orang yang menunaikan ibadah haji di arafah, maka tentu yang lebih utama baginya adalah tidak berpuasa karena adanya hikmah ini.
Imam An-Nawawi berkata, lalu apabila ada yang mengatakan “jika kemakruhan puasa di Hari Jum’at seperti demikian itu (dianjurkan melakukan ibadah dan dzikir), tentu tidaklah hilang kemakruhannya dengan berpuasa sebelum atau sesudah Hari Jum’at karena tetapnya makna yang telah disebutkan?”. Maka jawabannya adalah bahwa masih hasil baginya fadhilah berpuasa sebelum atau sesudah Hari Jum’at untuk menambal apa yang telah ia hasilkan baik berupa kekurangan atau kecerobohan dalam melaksanakan tugas-tugas (ibadah) di Hari Jum’at sebab ia berpuasa.
Ada yang berpendapat, hikmahnya adalah dikhawatirkan berlebihan dalam mengagungkan Hari Jum’at sekiranya ia terkena fitnah dengan Hari Jum’at itu sebagaimana sebuah kaum terkena fitnah dengan Hari Sabtu. Imam An-Nawawi menjawab, alasan ini adalah batil yang dibantah dengan adanya sholat jum’at dan semua amalan yang dianjurkan di dalam Hari Jum’at berupa bermacam-macam syiar dan ta’dhim (penghormatan) yang merupakan sesuatu yang tidak dilakukan di selain Hari Jum’at.
Ada yang berpendapat, hikmahnya adalah dikhawatirkan muncul keyakinan diwajibkan puasa Jum’at. Imam An-Nawawi menjawab, alasan ini dibantah dengan hari-hari selain Jum’at yang disunnahkan untuk berpuasa. Dan ini adalah penjelasan yang dijelaskan oleh Imam An-Nawawi.
Selain Imam An-Nawawi mengutarakan pendapat yang lain bahwa illat (sebab) dimakruhkannya puasa Jum’at adalah Hari Jum’at adalah hari raya dan hari raya tidak diperbolehkan berpuasa. Imam Ibnu Hajar memilih pendapat ini dan menguatkannya dengan hadits dari Imam Al-Hakim dari Sahabat Abu Hurairah secara marfu’:
يَوْمُ الْجُمُعَةِ يَوْمُ عِيْدٍ فَلَا تَجْعَلُوْا يَوْمَ عِيْدِكُمْ يَوْمَ صِيَامِكُمْ إِلَّا أَنْ تَصُوْمُوْا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
“Hari Jum’at adalah hari raya, maka janganlah kalian menjadikan hari raya kalian menjadi hari berpuasa kalian kecuali kalian berpuasa sebelum dan sesudahnya”.
Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Sahabat Ali bin Abi Thalib berkata:
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَطَوُّعًا مِنَ الشَّهْرِ فَلْيَصُمْ يَوْمَ الْخَمِيْسِ وَلَا يَصُوْمُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَإِنَّهُ يَوْمُ طَعَامٍ وَشَرَابٍ وَذِكْرٍ
“Barang siapa dari kalian yang menjalankan ibadah sunnah di dalam sebulan, maka hendaklah ia berpuasa di Hari Kamis dan ia tidak dibolehkan berpuasa di Hari Jum’at karena Hari Jum’at adalah hari makan, minum, dan dzikir”.
Ulama’ lain berpendapat, tetapi hikmahnya adalah mempersilihi kaum Yahudi karena sesungguhnya mereka berpuasa di hari raya mereka, maksudnya mereka mengkhususkannya degan berpuasa, lalu dilaranglah menyerupai mereka sebagaimana mereka diperselisihi di hari Asyura’ (10 Muharram) dengan berpuasa sebelum atau sesudahnya. Pendapat ini adalah pendapat yang aku (Imam Suyuthi) pilih karena pendapat ini tidak dapat dibantah dengan alasan apapun.
Kekhususan 3
Bahwa Hari Jum’at dimakruhkan mengkhususkan malamnya dengan sholat malam sesuai hadits yang telah dijelaskan. Tetapi, Imam Al-Khatib mengeluarkan riwayat dari Imam Malik melalui jalur Ismail bin Abi Uwais dari istrinya, yaitu putri Imam Malik bin Anas bahwa ayahnya, yaitu Imam Malik, menghidupkan malam Jum’at (dengan sholat malam).
Kekhususan 4
(Disunnahkan) membaca Surat Alim Lam Mim Tanzin (Surat Sajdah) dan Surat Hal Ata alal Insani (Surat Al-Insan) di waktu subuh Hari Jum’at. Imam Syaikhani (Imam Bukhari dan Imam Muslim) mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيْ صَلَاةِ الْفَجْرِ ألٓمٓ تْنْزِيْلُ السَّجْدَةِ وَهَلْ أَتٰى عَلَى الْإِنْسَانِ
“Nabi SAW membaca di Hari Jum’at di dalam sholat subuh dengan Surat Alim Lam Mim Tanzin Surat Sajdah dan Surat Hal Ata alal Insan (Surat Al-Insan)”.
Di dalam Kitab Al-Bab, ada riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas dan Sahabat Ibnu Mas’ud dan lainnya. Dan redaksi dari Sahabat Ibnu Mas’ud menurut Imam Thabrani, “Nabi SAW melanggengkan demikian itu”.
Ada yang mengatakan bahwa hikmah membaca kedua surat tersebut adalah isyarat pada isi kedua surat tersebut berupa penjelasan penciptaan Nabi Adam dan keadaan-keadaan hari kiamat karena hari kiamat jatuh pada Hari Jum’at, Ibnu Dahiyah menjelaskan pendapat ini.
Selain Ibnu Dahiyah berpendapat, tetapi dimaksudkan untuk melakukan sujud tambahan (sujud tilawah). Imam Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan riwayat dari Imam Ibrahim An-Nakha’i bahwa ia berkata: Disunnahkan membaca di sholat subuh di Hari Jum’at dengan surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah. Imam Ibnu Abi Syaibah juga mengeluarkan riwayat dari Imam Ibrahim An-Nakha’i yaitu membaca Surat Maryam. Imam Ibnu Aun mengeluarkan riwayat, ia berkata: Orang-orang membaca di sholat subuh di Hari Jum’at dengan sebuah surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah.
Kekhususan 5
Sesungguhnya sholat subuh di Hari Jum’at adalah sholat yang paling utama di sisi Allah. Imam Sa’id bin Manshur mengeluarkan riwayat di dalam Kitab Sunannya dari Sahabat Ibnu Umar:
أَنَّهُ قَعَدَ جَمْرَانُ فِيْ صَلَاةِ الصُّبْحِ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ : مَا شَغَلَكَ عَنْ هٰذِهِ الصَّلَاةِ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ أَوْجَهَ الصَّلَاةِ عِنْدَ اللّٰهِ غَدَاةُ الْجُمُعَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فِيْ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ
“Sesungguhnya Jamran duduk-duduk (1) saat sholat subuh (tidak ikut sholat), lalu ketika ia datang, Sahabat Ibnu Umar berkata: Apa yang menyibukkanmu dari sholat subuh ini? Tidakkah kamu tahu bahwa sholat yang paling baik di sisi Allah adalah sholat subuh jum’at di Hari Jum’at di dalam jamaah orang-orang islam?”.
Catatan (1):
Redaksi kata dari beberapa referensi ada yang menggunakan kata "قَعَدَ (duduk)" dan ada yang menggunakan kata "فَقَدَ (kehilangan)"
Imam Baihaqi mengeluarkan riwayat di dalam Kitab Syu’abul Iman dengan menjelaskan kemarfu’an hadits dengan redaksi:
أَنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ عِنْدَ اللّٰهِ صَلَاةُ الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيْ جَمَاعَةٍ
“Sesungguhnya sholat yang paling utama di sisi Allah adalah sholat subuh di Hari Jum’at secara berjamaah”.
Imam Al-Bazzar dan Imam Thabrani mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Ubaidah bin Jarrah berkata, Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنَ الصَّلَوَاتِ صَلَاةٌ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِى الْجَمَاعَةِ، وَمَا أَحْسَبُ مَنْ شَهِدَهَا مِنْكُمْ إِلَّا مَغْفُوْرًا لَهُ
“Tiada sebuah sholat dari banyaknya sholat yang lebih utama daripada sholat subuh di Hari Jum’at secara berjamaah dan tidaklah aku menyangka orang yang mengerjakannya dari kalian kecuali diampuni dosanya”.
Kekhususan 6
Sholat jum’at dam dikhususkannya dengan 2 rakaat, sedangkan sholat (selain sholat jum’at) di semua hari adalah 4 rakaat.
Kekhususan 7
Sesungguhnya sholat jum’at menyamai ibadah haji. Imam Hamid bin Zanjawaih mengeluarkan riwayat di dalam Kitab Fadhailul A’mal dan Imam Al-Hafidz Ibnu Abi Usamah di dalam Kitab Musnadnya, dari Sahabat Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda:
الْجُمُعَةُ حَجُّ الْمَسَاكِيْنَ
“Sholat Jum’at adalah hajinya orang-orang miskin”.
Imam Ibnu Zanjawaih mengeluarkan riwayat dari Sahabat Sa’id bin Musayyab berkata:
لِلْجُمُعَةِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ حَجَّةٍ تَطَوُّعٍ
“Melaksanakan sholat jum’at lebih aku sukai daripada ibadah haji sunnah”.
Kekhususan 8
Bacaan jahr (keras) di dalam sholat jum’at, sedangkan sholat-sholat siang hari bacanya samar.
Kekhususan 9
(Disunnahkan) membaca Surat Jum’at dan Surat Al-Munafiqun di dalam sholat jum’at. Imam Muslim mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah berkata:
سَمِعْتُ النّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِى الْجُمُعَةِ بِسُوْرَةِ الْجُمُعَةِ وَإِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُوْنَ
“Aku mendengar Nabi SAW membaca di dalam sholat jum’at dengan Surat Jum’at dan Surat Al-Munafiqun”.
Imam Thabrani mengeluarkan riwayat di dalam Kitab Al-Ausath dengan redaksi: “(Nabi membaca di dalam sholat jum’at) dengan Surat Jum’at sembari mengobarkan semangat orang-orang mukmin dan di rakaat kedua dengan membaca Surat Al-Munafiqun sembari menakut-nakuti orang-orang munafiq”.
Wallahu a'lam bis showab.
Baca selengkapnya: Terjemah Kitab Nurul Lum'ah Bahasa Indonesia.