Nurul Lum'ah, Kekushusan 10 - 20

Nurul Lum'ah, Keistimewaan 10 - 20

Terjemah Kitab Nurul Lum’ah fi Khashaishij Jumu’ah Bahasa Indonesia, Kekhususan 10 – 20


Kekhususan 10, 11, dan 13

Dikhususkannya sholat jum’at dengan berjamaah, 40 orang, di satu tempat dari suatu desa, dan atas izin penguasa sebagai sebuah kesunnahan atau syarat sesuai yang telah ditetapkan di dalam ktab-kitab fiqih. Hadits lebih kuat yang telah aku lihat terkait kekhususannya adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Daraquthni di dalam Kitab Sunannya dari Sahabat Jabir bin Abdullah ra berkata:

قَضَتِ السُّنَّةُ أَنَّ فِيْ كُلِّ أَرْبَعِيْنَ فَمَا فَوْقَ ذٰلِكَ جُمُعَةٌ

Sunnah telah memberikan keputusan bahwa di dalam setiap 40 orang atau di atasnya adalah sholat jum’at”.


Kekhususan 14

Dikhususkannya sholat jum’at dengan kehendak membakar (rumah) orang yang sengaja ketinggalan sholat jum’at. Imam Al-Hakim mengeluarkan riwayat dan berkata “hadits ini shahih berdasarkan syarat Imam Syaikhani (Imam Bukhari dan Imam Muslim)” dari Sahabat Ibnu Mas’ud ra:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِقَوْمٍ يَتَخَلَّفُوْنَ عَنِ الْجُمُعَةِ : لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ رَجُلًا يُصَلِّى بِالنَّاسِ ثُمَّ أُحَرِّقُ عَلٰى قَوْمٍ يَتَخَلَّفُوْنَ عَنِ الْجُمُعَةِ بُيُوْتَهُمْ

Sesungguhnya Nabi SAW berkata kepada kaum yang ketinggalan sholat jum’at: Sungguh aku telah bermaksud untuk memerintahkan seseorang mengerjakan sholat menjadi imam orang-orang, kemudian aku akan membakar rumah-rumah kaum yang ketinggalan sholat jum’at”.


Kekhususan 15

Dicap buruk di hati orang yang meninggalkan sholat jum’at. Imam Muslim mengeluarkan riwayat dari Sahabat Ibnu Umar dan Sahabat Abu Hurairah, mereka berdua berkata, Rasulullah SAW bersabda:

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُوْنَنَّ مِنَ الْغَافِلِيْنَ

Hendaklah orang-orang yang meninggalkan sholat jum’at menghentikan perbuatan mereka atau sungguh Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka menjadi orang-orang yang lupa”.

Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi mengeluarkan riwayat, Imam Al-Hakim menilainya hasan dan Imam Ibnu Majah menilainya shahih , dari Abu Al-Ja’ad Ad-Dhamari, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللّٰهُ عَلٰى قَلْبِهِ

Barang siapa yang meninggalkan 3 kali sholat jum’at karena meremehkan, maka Allah akan menutup hatinya”.

Imam Al-Hakim dan Imam Ibnu Majah mengeluarkan riwayat dari Sahabat Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثًا مِنْ غَيْرِ ضَرُوْرَةٍ طَبَعَ اللّٰهُ عَلٰى قَلْبِهِ

Barang siapa yang meninggalkan sholat jum’at sebanyak 3 kali tanpa dharurat (tanpa udzur), maka Allah menutup hatinya”.

Imam Sa’id bin Mansur mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah berkata:

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ طَبَعَ اللّٰهُ عَلٰى قَلْبِهِ وَهُوَ مُنَافِقٌ

Barang siapa yang meninggalkan 3 kali sholat jum’at tanpa adanya sebab, maka Allah menutup hatinya dan ia adalah orang munafik”.

Imam Sa’id bin Mansur mengeluarkan riwayat dari Sahabat Ibnu Umar berkata:

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ مُتَعَمِّدًا مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قَلْبِهِ بِخَاتَمِ النِّفَاقِ

Barang siapa yang meninggalkan 3 kali sholat jum’at dengan sengaja tanpa adanya sebab, maka Allah menutup hatinya dengan tutup kemunafikan”.

Imam Al-Asbahani mengeluarkan riwayat di dalam Kitab At-Targhib dari Sahabat Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ لَمْ يَكُنْ لَهَا كَفَّارَةٌ دُوْنَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Barang siapa yang meninggalkan sholat jum’at tanpa adanya udzur maka tiada bagi sholat jumat itu (yang telah ditinggalkan) penebusan dosa selain hari kiamat”.

Imam Al-Asbahani mengeluarkan riwayat dari Sahabat Samurah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

اَحْضِرُوْا الْجُمُعَةَ وَادْانَوْا مِنَ الْإِمَامِ فَإِنَّ الرَّجُلَ يَتَخَلَّفُ عَنِ الْجُمُعَةِ فَيَتَخَلَّفُ عَنِ الْجَنَّةِ وَأَنَّهُ لَمِنْ أَهْلِهَا

Datangilah sholat jum’at dan mendekatlah pada imam, karena sesungguhnya seseorang yang berada di akhir baris dalam sholat jum’at maka ia akan diundur masuk surga meskipun ia termasuk penghuninya”.


Kekhususan 16

Dianjurkannya melakukan penebusan dosa bagi orang yang meninggalkan sholat jum’at. Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Dawud, Imam An-Nasa’i, Imam Al-Hakim, dan Imam Ibnu Majah mengeluarkan riwayat dari Sahabat Sa’id bin Jubair, dari Nabi SAW bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَلْيَتَصَدَّقْ بِدِيْنَارٍ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَبِنِصْفِ دِيْنَارٍ

Barang siapa yang meninggalkan sholat jum’at tanpa adanya udzur, maka hendaklah ia bersedekah dengan 1 dinar. Apabila ia tidak menemuinya, maka dengan setengah dinar”.

Imam Abu Dawud mengeluarkan riwayat dari Sahabat Qudamah bin Wabarah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ فَاتَتْهُ الْجُمُعَةُ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَلْيَتَصَدَّقْ بِدِرْهَمٍ أَوْ نِصْفِ دِرْهَمٍ أَوْ صَاعِ حِنْطَةٍ أَوْ نِصْفِ صَاعٍ

Barang siapa tidak mengerjakan sholat jum’at tanpa adanya udzur maka hendaklah ia bersedekah dengan 1 dirham atau setengah dirham, atau satu sha’ (1) gandum atau setengah sha’ gandum”.

Catatan (1):
Ukuran satu sha’ biasanya digunakan untuk mengeluarkan zakat fitrah, yaitu sekitar 2,75 Kg menurut pendapat Imam Syafi’i.


Kekhususan 17

Adanya khutbah jum’at


Kekhususan 18

Mendengarkan khutbah jum’at. Imam Syaikhani (Imam Bukhari dan Imam Muslim) mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

Apabila kamu mengatakan pada temanmu “dengarkan (perhatikan)” di hari jum’at sedangkan imam sedang berkhutbah, maka kamu melakukan perbuatan sia-sia”.

Imam Muslim mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، وَمَنْ مَسَّ الْحَصٰى فَقَدْ لَغَا

Barang siapa yang berwudlu di Hari Jum’at, ia memperbaiki wudlunya, kemudian ia pergi sholat jum’at, ia mendengarkan dan memperhatikan (khutbah), maka diampunilah dosa di antara ia dan Hari Jum’at lainnya dan ditambah 3 hari. Barang siapa memegang (bermain-main) kerikil maka ia telah melakukan perbuatan sia-sia”.

Imam Abu Dawud mengeluarkan riwayat dari Abdullah bin Amr, dari Nabi SAW bersabda:

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَمَسَّ مِنْ طِيْبِ امْرَأَتِهِ إِنْ كَانَ لَهَا وَلَبِسَ مِنْ صَالِحِ ثِيَابِهِ، ثُمَّ لَمْ يَتَخَطَّ رِقَابَ النَّاسِ وَلَمْ يَلْغُ عِنْدَ الْمَوْعِظَةِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهُمَا، وَمَنْ لَغَا وَتَخَطَّا رِقَابَ النَّاسِ كَانَتْ لَهُ ظُهْرًا

Barang siapa yang mandi di Hari Jum’at dan memakai wewangian istrinya apabila itu milik istrinya, ia mengenakan pakaian bagusnya, kemudian ia tidak melangkahi leher orang-orang dan tidak melakukan perbuatan sia-sia ketika mendengarkan nasehat (khutbah), maka sholat jum’atnya menjadi penebusan dosa di antara kedua jum’at. Dan barang siapa yang melakukan perbuatan sia-sia dan melangkahi leher-leher orang-orang maka sholat jumat itu adalah sholat dhuhur baginya”.

Imam Ibnu Majah dan Imam Sa’id bin Mansur mengeluarkan riwayat dari Sahabat Ubay bin Ka’ab:

أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سُوْرَةَ بَرَاءَةَ وَهُوَ قَائِمٌ يَذْكُرُ بِأَيَّامِ اللّٰهِ وَأَبُو الدَّرْدَاءِ وَأَبُوْ ذَرٍّ يَغْمِرُنِيْ فَقَالَ : مَتٰى أُنْزِلَتْ هٰذِهِ السُّوْرَةُ إِنِّيْ لَمْ أَسْمَعْهَا إِلَّا الْآنَ، فَأَشَارَ إِلَيْهِ أَنْ أَسْكَتَ، فَلَمَّا انْصَرَفُوْا قَالَ : سَأَلْتُكَ مَتٰى أُنْزِلَتْ هٰذِهِ السُّوْرَةِ فَلَمْ تُخْبِرْنِيْ، فَقَالَ أُبَيُّ : لَيْسَ لَكَ مِنْ صَلَاتِكَ الْيَوْمَ إِلَّا مَا لَغَوْتَ، فَذَهَبَ إِلٰى رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذٰلِكَ لَهُ وَأَخْبَرَهُ بِالَّذِيْ قَالَ أُبَيُّ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صَدَقَ أُبَيُّ

Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca Surat Al-Bara’ah di Hari Jum’at sedangkan beliau berdiri menjelaskan hari-hari Allah. Sahabat Abu Darda’ dan Sahabat Abu Dzar isyarat dengan matanya (2) padaku, lalu ia bertanya, “Kapan ayat ini diturunkan, sesungguhnya aku tidak pernah mendengarnya kecuali pada saat ini?”. Sahabat Ubay memberikan isyarat padanya agar ia diam. Ketika para sahabat telah selesai melaksanakan sholat jum’at, Sahabat Abu Dzar bertanya, “Aku bertanya padamu kapan surat ini diturunkan namun kamu tidak mau memberitahuku”. Sahabat Ubay menjawab, “Tiada sholat bagimu pada hari ini kecuali perbuatan sia-siamu”. Lalu Sahabat Abu Dzar pergi menemui Rasulullah SAW, ia menjelaskan masalah itu pada beliau dan memberitahu beliau mengenai apa yang telah diucapkan Sahabat Ubay. Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Benar kata Ubay””.

Catatan (2):
Ada beberapa referensi kitab, redaksi katanya ada yang menggunakan يغمزنى dan يغمرنى, wallahu a’lam.

Imam Sa’id bin Mansur mengeluarkan riwayat dari Sahabat Abu Hurairah berkata:

لَا تَقُلْ سُبْحَانَ اللّٰهِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ

Jangan mengucapkan subhanallah sedangkan imam sedang berkhutbah di Hari Jum’at”.

Imam Sa’id bin Mansur mengeluarkan riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَالْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا، وَالَّذِيْ يَقُوْلُ لَهُ أَنْصِتْ لَيْسَ لَهُ جُمُعَةٌ

Barang siapa yang berbicara di Hari Jum’at sedangkan imam sedang berkhutbah, maka ia seperti khimar yang membawa lembaran. Dan seseorang yang mengatakan padanya, “dengarkan”, maka tiada sholat jum’at baginya”.


Kekhususan 19

Diharamkannya sholat ketika imam sedang duduk (di antara 2 khutbah) di atas mimbar. Imam Sa’id bin Mansur mengeluarkan riwayat dari Sahabat Sa’id bin Musayyab berkata:

خُرُوْجُ الْإِمَامِ يَقْطَعُ الصَّلَاةَ وَكَلَامُهُ يَقْطَعُ الْكَلَامَ

Keluarnya imam (yakni imam naik ke atas mimbar) memutuskan sholat dan perkataan imam memutuskan perkataan”.

Imam Sa’id bin Mansur mengeluarkan riwayat dari Sahabat Tsa’labah bin Abi Malik berkata:

كُنَّا عَلٰى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ نُصَلِّى، فَإِذَا خَرَجَ عُمَرُ تَحَدَّثْنَا فَإِذَا تَكَلَّمَ سَكَتْنَا

Kami melaksanakan sholat jum’at di Hari Jum’at pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Ketika Khalifah Umar keluar (naik ke atas mimbar), maka masih berbicara, namun ketika ia berbicara maka kami diam”.

Imam An-Nawawi berkata di dalam Kitab Syarah Al-Muhaddzab: Ketika imam telah duduk di atas mimbar maka diharamkan mengawali (melakukan) sholat sunnah dan apabila ia sedang dalam sholat maka lebih baik dicepatkan sholatnya sesuai dengan kesepakatan ulama’.

Imam Al-Mawardi dan lainnya menukil pendapat itu (pendapat Imam An-Nawawi). Imam Al-Baghawi berkata: (Tetap haram) sama halnya entah ia sholat sunnah ataupun tidak.

Imam An-Nawawi berkata: Hendaklah ia menahan diri (tidak melakukan sholat) sebab didasarkan pada duduknya imam di atas mimbar dan tidak berhenti pada adzan. Imam Syafi’i dan sahabatnya menentukan nash pendapat ini.

Faidah – Imam Sa’id bin Mansur berkata, Hisyam menceritakan pada kami, Abu Mu’asyar menceritakan padaku, dari Muhammad bin Qaid:

أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَمَرَ سَلِيْكًا أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ مَسَكَ عَنِ الْخُطْبَةِ حَتّٰى فَرَغَ مِنْهَا

Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika memerintah Salik untuk mengerjakan sholat 2 rakaat, beliau menahan diri dari khutbahnya sampai Salik selesai sholat”.


Kekhususan 20

Larangan duduk ihtiba’ (3) di waktu khutbah.  Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi meriwayatkan, Imam Al-Hakim menilainya hasan dan Imam Ibnu Majah menilainya shahih, dari Sahabat Muadz bin Anas:

أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهٰى عَنِ الْحَبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ

Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang duduk ihtiba’ di Hari Jum’at sedangkan imam sedang berkhutbah”. 

Catatan (3):
Duduk ihtiba’ adalah duduk dengan menekuk paha dan betis, lalu mendekatkan kedua paha ke perut. Pada posisi ini paha dan betis diikat dengan tali atau menggunakan kedua tangan sebagai pengikat.

Imam Ibnu Majah meriwayatkannya (hadits di atas) dari hadits Sahabat Ibnu Umar.

Imam Abu Dawud pernah berkata:

كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَحْتَبِى وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ وَكَذٰلِكَ أَنَسُ وَجُلُّ الصَّحَابَةِ

Sahabat Ibnu Umar melakukan duduk ihtiba’ sedangkan imam sedang berkhutbah, demikian pula Sahabat Anas dan para sahabat lainnya”.

Para tabi’in berkata: Tidak masalah dengan duduk ihtiba’ dan tidaklah sampai padaku bahwa ada seseorang tabi’in yang membencinya kecuali Ubadah bin Nusay.

Imam Tirmidzi mengatakan bahwa ia membenci duduk ihtiba’ di waktu khutbah, tetapi ulama’ lain meringankan (membolehkan) dalam duduk ihtiba’.

Imam An-Nawawi berkata di dalam syarah Kitab Al-Muhaddzab: Tidak dimakruhkan menurut Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Al-Auza’i, para ulama’ ahlur ra’yi (4), dan lainnya. Tetapi sebagian ahli hadits memakruhkannya sesuai dengan hadits yang telah disebutkan.

Catatan (4):
Ahlur Ra’yi adalah para ulama’ yang dominan menggunakan akal, nalar, dan logika dalam berijtihad.

Imam Al-Khithabi berkata: Makna dimakruhkannya duduk ihtiba’, sesungguhnya duduk ihtiba’ dapat mendorong pada tertidur sehingga tidur itu dapat mengalihkan kesuciannya pada kecerobohan dan dapat mencegah untuk dapat mendengarkan khutbah.


Wallahu a’lam bis showab.

Baca selengkapnya: Terjemah Kitab Nurul Lum'ah Bahasa Indonesia.