Ifadatut Thullab - (4) Membaca Al-Qur'an Untuk Mayit di Kubur Adalah Hal Yang Disyariatkan

Ifadatut Thullab - Membaca Al-Qur'an Untuk Mayit di Sekitar Kubur Adalah Hal Yang Disyariatkan

Seorang sayyid yang agung dan ahli takhqiq (ahli dalam menetapkan masalah dengan dalil), yaitu Hasan bin Ishaq bin Al-Mahdi mengatakan dalam Kitab Syarah Nadhmil Huda An-Nabawi tentang penjelasan yang hasinya (sebagai berikut) :

Ibnul Qoyyim menjelaskan dalam Kitab Ar-Ruh tentang sesuatu yang bisa memastikan terhadap kesunnahan darus (membaca Al-Qur'an) di atas kubur. Beliau menjadikan dalil bahwa banyak jama'ah dari ulama' salaf berwasiat agar dibacakan Al-Qur'an di kubur mereka. Salah satu dari mereka adalah Sahabat Ibnu Umar, beliau berwasiat agar dibacakan di kuburnya Surat Al-Baqarah. Dan sesungguhnya para sahabat Anshor, ketika seorang mayit telah meninggal dunia, mereka pergi mengiringi ke kuburnya untuk membacakan Al-Qur'an di kubur itu. Selesai.

[Aku mengatakan] Imam As-Suyuthi menjelaskan di dalam Kitab Jam'ul Jawami' sebuah hadist yang panjang, marfuk, dan jelas di dalam makam, dari Sahabat Ibnu Umar ra :
اِذَا مَاتَ اَحَدُكُمْ فَلَا تَحْبِسُوْهُ وَاَسْرِعُوْا بِهِ اِلٰى قَبْرِهِ وَلْيَقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ الْبَقِرَةِ
"Ketika salah satu dari kalian meninggal dunia, maka kalian jangan menahannya, bergegaslah membawanya ke kubur, dan hendaknya dia dibacakan di sekitar kepalanya dengan pembuka Surat Baqarah dan di sekitar kedua kakinya dengan penutup Surat Al-Baqarah". Dikeluarkan oleh Imam Thabrani dan Imam Baihaqi di dalam Kitab Syu'abul Iman.

Imam An-Nawawi berkata, kami meriwayatkan di dalam Kitab Sunan Baihaqi dengan sanad yang hasan dari Sahabat Ibnu Umar ra, beliau (Sahabat Ibnu Umar ra) menjadikan kebaikan di atas kubur setelah dipendam dengan membaca awal Surat Baqarah dan penutup Surat Baqarah.
Selesailah perkataan Hasan bin Ishaq.

Riwayat tersebut merupakan sesuatu yang menunjukkan tentang disunnahkannya membaca Al-Qur'an untuk mayit dan pastilah sampai pahala padanya. Karana jika di dalam perkiraan membaca Al-Qur'an  tersebut tidak sampai kemanfaatannya (pahalanya) pada mayit, niscaya tidak akan disyariatkan membaca Al-Qur'an. Riwayat tersebut merupakan sesuatu yang menguatkan kandungan hadist secara hakikatnya
اِقْرَؤُاْ يٰسٓ عَلٰى مَوْتَاكُمْ
"Bacakanlah Surat Yasin kepada orang mati kalian"

(Lihat lebih jelasnya masalah makna kandungan hadist tersebut secara hakikat dan majaz pada : Ifadatut Thullab - Bab Membaca Al-Qur'an di Sekitar Mayit).

Di dalam hasyiyah Al-Allamah Al-Muqbily pada Kitab Al-Kasyaf, yang ringkasannya (sebagai berikut) :

Firman Allah :
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعٰى
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya" (An-Najm : 39).

[Jika kamu mengatakan] sah-sah saja bagi seorang hamba mendapatkan pahala dari amal yang dilakukan orang lain, seperti haji untuk mayit dan membayar hutangnya.

[Aku menjawab] Hal itu tersimpan 2 perkara :
Pertama, gugurnya sesuatu di dalam tanggungan mayit seperti hutang, haji dan puasa. Ini didasarkan pada dalil khusus dan tidak jauh berbeda di dalam masalah seseorang menggantikan amal orang lain ketika tujuannya jelas.

Kedua, sampainya pahala haji dan sebagainya kepada mayit. Hal ini dilihat dari segi menghadiahkan pahala meskipun dengan syarat bertukaran seperti buruh.

Dan yang jelas, Tuhan yang Maha Pemberi lagi Maha Pemurah, tidak membedakan di antara rumah dunia dan akhirat dan tidak ada perkara yang bisa mencegah tersampaikannya pahala itu, bahkan telah disaksikan (ditunjukkan) oleh banyaknya jumlah hadist-hadist.

Imam Thabrani mengeluarkan dari hadist riwayat Sahabat Salman Al-Farisi, Sahabat Qobishoh bin Burqoh Al-Asadi, Sahabat Ibnu Abbas, dan Sahabat Abu Umamah Al-Bahili :
اَهْلُ الْمَعْرُوْفِ فِى الدُّنْيَا هُمْ اَهْلُ الْمَعْرُوْفِ فِى الْاٰخْرَةِ
"Ahli kebaikan di dunia mereka adalah ahli kebaikan di akhirat".

Imam Bukhari mengeluarkan dari hadist riwayat Sahabat Anas bin Malik :
اَذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ جَمَعَ اللّٰهُ اَهْلَ الْمَعْرُوْفِ كُلَّهُمْ فِيْ صَعِيْدٍ وَاحِدٍ، فَيَقُوْلُ : هٰذَا مَعْرُوْفُكُمْ فَقَدْ قَبِلْتُهُ فَخُذُوْهُ، فَيَقُوْلُوْنَ : اِلٰهَنَا وَسَيِّدَنَا وَمَا نَصْنَعُ بِهِ وَاَنْتَ اَوْلٰى بِهِ فَخُذْهُ اَنْتَ، فَيَقُوْلُ اللّٰهُ عَزَّ وَجَلَّ : وَمَا اَصْنَعُ بِهِ وَاَنَا الْمَعْرُوْفُ بِالْمَعْرُوْفِ خُذُوْهُ فَتَصَدَّقُوْا بِهِ عَلٰى اَهْلِ التَّلَطُّخِ بِالذُّنُوْبِ فَاِنَّهُ لَيَلْقَى الرَّجُلُ صَدِيْقَهُ وَعَلَيْهِ ذُنُوْبٌ كَاَمْثَالِ الْجِبَالِ فَيَتَصَدَّقُ عَلَيْهِ بِشَيْءٍ مِنْ مَعْرُوْفِهِ فَيَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ
"Ketika hari kiamat tiba, maka Allah mengumpulkan semua ahli kebaikan, mereka berada di tempat luhur yang satu, lalu Allah berkata, "Ini adalah kebaikan kalian dan aku telah menerimanya, maka ambillah kebaikan itu". Lalu mereka menjawab, "Wahai Tuhan dan Gusti kami, kami tidak akan melakukannya, Engkau lebih utama dengan kebaikan itu maka ambillah kebaikan itu" (kalimat ini bukan bermakna menolak tetapi merendahkan diri di hadapan Allah). Lalu Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung pun berkata, "Aku tidak akan melakukannya, Aku adalah Tuhan yang dikenal dengan pemilik semua kebaikan, maka ambillah lalu sedekahkan kebaikan itu kepada orang-orang yang berlumur dosa. Karena sesungguhnya akan bertemu seseorang dengan temannya sedangkan ia memiliki dosa seumpama gunung-gunung, lalu dia menyedekahkan sesuatu dari kebaikkannya kepada temannya, lalu masuklah dia bersama temannya ke dalam surga"". selesai.

Keterangan ini adalah bukti dalil yang diberikan secara sungguh-sungguh.

Telusuri lebih lengkap : Terjemah Kitab Ifadatut Thullab Bahasa Indonesia.